Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menjadikan Nilai Bernilai

6 Oktober 2020   20:04 Diperbarui: 8 Oktober 2020   04:05 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ujian dan nilai sebagai bahan evaluasi| Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Minggu ini kami melakukan evaluasi hasil Penilaian Tengah Semester (PTS) di sekolah kami. Pastinya yang kami evaluasi adalah nilai yang diraih para siswa. Penasaran juga melihat hasil pencapaian anak-anak.

Setelah ujian, momen menunggu nilai memang momen yang menegangkan bagi siswa. Dulu ketika kuliah, nilai ujian kami biasanya ditempel di papan pengumuman. 

Setelah ujian, biasanya saya setiap hari mengecek papan pengumuman, saking penasarannya. Barangkali nilai sudah diumumkan. Bagaimanapun ujian sudah terlewati, bisa lancar atau kesulitan, tetap saja pengumuman nilai ditunggu dengan penuh pengharapan.

Bagi guru, nilai digunakan sebagai bahan evaluasi. Seberapa berhasil materi tersampaikan. Seberapa mengerti anak-anak dalam menerima pembelajaran. Seberapa efektif metode dan strategi pembelajaran. Semua mengacu pada nilai yang didapat siswa.

Pentingnya Nilai 

Pada pendidikan formal, nilai memang menjadi tolok ukur hasil pencapaian siswa dalam pembelajaran. Terkadang, berhasil tidaknya pembelajaran hanya dilihat dari nilai yang didapat.

Penilaian begitu sangat dipentingkan dalam pendidikan. Berbagai macam sistem dan metode penilaian digunakan. Tujuannya untuk mendapatkan hasil penilaian yang lebih objektif dan terpercaya.

Dalam dunia kerja, biasanya perusahaan yang ingin merekrut pegawai baru, akan memperhatikan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) terakhir dari para pelamar. Walaupun sebenarnya IPK belum tentu menunjukkan kemampuan si pelamar.

Tak bisa dipungkiri, nilai belum bisa menggambarkan secara jelas akan kemampuan seseorang. Apalagi pendidikan di negara kita masih sangat bersifat teoritis. Jadilah kemampuan seseorang tidak benar-benar terukur dengan nilai.

Berkenaan dengan nilai, Ivan Illich dalam bukunya Deschooling Society (Masyarakat Tanpa Sekolah) pernah menyinggung kegagalan institusi sekolah dalam memahami nilai.

Ivan Illich mengatakan dalam bukunya bahwa mindset masyarakat tentang sekolah harus diubah. Pengajaran, nilai rapor, ijazah, dan hapalan harus diubah menjadi pembelajaran, pendidikan, kompetensi dan kemampuan untuk menuangkan ide dan gagasan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun