Corona...oh corona. Di awal bulan September ini angka positif corona di Indonesia sudah mencapai angka diatas 3.000 kasus perharinya.Â
Kamis (3/9/2020) angka positif memecahkan rekor harian. Sebanyak 3622 rakyat terpapar corona. Sungguh hal yang sangat menyedihkan. Rasanya banyak masyarakat yang sudah mulai frustasi dengan keadaan ini. Wajar saja 6 bulan sudah masyarakat berusaha melawan virus ini.
Di sisi lain, rasa takut yang menghantui masyarakat justru mulai menurun. Masyarakat sudah mulai berani untuk melakukan kegiatan secara normal, walaupun dibungkus dengan protokol kesehatan yang entah dilakukan dengan benar atau tidak.
Overthinking
"Jangan terlalu overthinking dengan corona ini", mungkin pesan ini yang ingin disampaikan masyarakat. Ya, overthinking memang bahaya. Bahayanya laten dan bisa menjadi penyakit kronis.
Orang yang overthinking akan selalu berputar kepada ketakutan dan kekhawatiran akan sesuatu buruk yang akan menimpanya. Overthinking akan menyebabkan seseorang justru tidak melakukan apa-apa, karena terlalu banyak memikirkannya. Inilah indikator terjelas overthinking, no action, overthink only.
Ini terjadi karena seseorang terlalu banyak berandai dan memikirkan prediksi masa depan secara berlebihan. Ini terus terjadi dalam pikirannya terus berputar menjadi sebuah siklus kecemasan dalam pikirannya.
Overthinking ini juga bisa membahayakan kesehatan, baik kesehatan tubuh maupun kesehatan jiwa.
Dalam ilmu psikologi kesehatan tubuh yang dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis disebut dengan psikosomatis. Psikosomatis adalah gangguan tubuh yang disebabkan oleh pikiran/faktor kejiwaan. Ketika diperiksakan, sebenarnya tidak ada gangguan apa-apa pada fisik atau tubuhnya.
Gangguan kesehatan jiwa sudah jelas pastinya, karena overthinking sendiri berhubungan dengan kejiwaan. Frustasi, stres, kecemasan dan depresi adalah diantara gangguan jiwa yang bisa terjadi pada seseorang yang overthinking.Â
Bukan hanya masyarakat di negara kita, masyarakat di negara maju seperti Jerman pun mengalami hal yang sama.