Dalam bukunya yang berjudul Tasawuf, Ustad Muhammmad Fathullah Gulen mendefinisikan warak sebagai menghindari segala hal yang tidak pantas, tidak sesuai, dan tidak perlu, serta berhati-hati terhadap hal-hal yang diharamkan dan dilarang.
Mari kita pahami definisi tersebut dengan lebih mendalam. Sebenarnya ada dua inti definisi warak di atas. Kedua inti tersebut diwakili oleh dua kata kerja, menghindari dan berhati-hati.
Sebagai contoh, makan, tidur dan bicara adalah sesuatu yang boleh kita lakukan. Banyak makan, banyak tidur dan banyak bicara perlu kita hindari.
Orang yang bersifat warak akan menghindarinya dengan sungguh-sungguh. Inilah inti pertama definisi warak, menghindari segala hal yang tidak pantas, tidak sesuai, dan tidak perlu.
Yang kedua adalah berhati-hati terhadap hal-hal yang diharamkan dan dilarang. Sesuatu yang haram pastinya dilarang untuk dilakukan, tetapi bagaimana dengan yang diharamkan?
Pemahaman saya, sesuatu yang haram berbeda dengan yang diharamkan. Sesuatu yang haram sudah jelas tertera di hukum fiqih, sedangkan yang diharamkan ini yang terkadang bisa membingungkan.Â
Sesuatu yang halal bisa saja diharamkan. Mungkin karena kondisi dan keadaan yang menyebabkannya diharamkan. Maka perlu kehati-hatian dalam hal ini.
Pertanyaan mengenai penggunaan internet kantor untuk kepentingan pribadi mungkin bisa terwakili dengan definisi ini. Menggunakan internet untuk kepentingan pribadi adalah sah-sah saja, tetapi dengan menggunakan infrastruktur kantor bisa saja menjadi diharamkan.
Mencari Solusi
Lalu apa yang seharusnya kita lakukan? Rasanya sulit untuk bisa menghindar dari masalah ini.Â
Ada yang mengatakan bahwa yang diharamkan itu bisa saja dihalalkan asal ada kesepakatan bersama. Karena sebenarnya sesuatu yang diharamkan itu tidak haram, keadaan yang membuatnya haram.