Orang kaya ingin menampilkan kekayaannya, orang ganteng/cantik ingin menampilkan kegantengan/kecantikannnya, orang yang berkuasa ingin menampilkan kekuasaannya. Intinya, setiap yang memiliki keunggulan, ingin menampilkan keunggulannya.
Begitulah manusia. Apakah ini salah? Jika kita perhatikan, memang sepintas ada bau kesombongan di dalamnya, tetapi ada juga sisi kodrat manusianya. Secara kodrat manusia ingin selalu eksis, manusia ingin selalu unggul, manusia ingin selalu dipuji. Dalam agama disebut dengan fitrahnya manusia. Hal ini membuat manusia ada di antara kesombongan dan kodratnya sebagai makhluk hidup.
Lalu bagaimana kita menyikapi dilema ini? Ustad Badiuzzaman Said Nursi menjelaskan hal ini dengan sangat cerdas. Beliau menggunakan contoh dengan logika sederhana yang merupakan ciri khas cara beliau dalam menjelaskan sesuatu pada semua buku risalahnya.
Beliau berkata, "Bagaimana anda menjawab ketika dipuji rupawan dengan pakaian yang anda pakai?". Jika anda menjawab, "Ya, aku memang rupawan dengan pakaianku ini", sombong jadinya anda. Jika anda menjawab, "Tidak, aku tidak rupawan dengam pakaianku ini", tidak bersyukur namanya.
Seharusnya begini anda menjawab, "Ya, aku rupawan dengan pakaianku, tapi kerupawanan bukan karena aku dan pakaianku, tetapi karena Zat yang telah memakaikan aku pakaian rupawan ini". Zat tersebut adalah Tuhan kita, Sang Pencipta kita.
Ya, Tuhan kita lah yang memberikan kenikmatan itu kepada kita, maka kita wajib bersyukur kepadanya. Cara kita bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Tuhan kepada kita adalah dengan menggunakannya untuk kebaikan.Â
Jika kita kaya, maka harta yang kita miliki harus kita gunakan untuk kebaikan. Membantu sesama, memberikan kepada orang-orang yang membutuhkan.
Jika kita pintar, maka ilmu yang kita miliki harus kita gunakan untuk mengentaskan kebodohan. Memberikan pengajaran yang baik kepada siswa-siswi kita.
Jika kita mempunyai kemampuan bicara dan menulis, maka kita harus bisa berbagi dengan masyarakat pada umumnya, menginspirasi dan memberikan teladan.