Hari kemerdekaan 17 Agustus selalu membawa kegembiraan. Setelah libur hari kemerdekaan usai kita harus kembali bekerja, ini yang tidak menyenangkan.Â
Bagi pegawai yang tidak WFH harus kembali ke kantor, buruh kembali ke pabrik, Â petani yang di desa kembali ke sawah, mencangkul dan membajak sawah. Bagi saya yang seorang guru, harus kembali BDR, tanpa harus ke sekolah pastinya.
Ya, kemerdekaan harus kita isi dengan bekerja, apalagi di tengah ancaman resesi ekonomi, kita harus lebih giat lagi bekerja. Channel bekerja kita harus berubah ke channel extraordinary. Kalau saya mau bilang channel new normal namanya.
Kenyataan Resesi
Walaupun Menteri Keuangan berkata secara teknikal, Indonesia belum masuk masa resesi, tetapi secara moral dan spiritual sejatinya kita sudah masuk masa resesi.
Beberapa bulan lalu, saya komplain pada salah satu counter fast food di daerah saya karena produk yang dijual kurang baik. Lalu petugas dari kantor pun datang ke rumah saya untuk meminta maaf kepada kami. Ketika meminta maaf, petugas itu mengeluh, katanya banyak pegawai yang harus terkena PHK karena keluhan konsumen.
Kasihan saya jadinya, padahal tujuan saya adalah untuk memperbaiki pelayanan mereka, sehingga tidak akan ada lagi yang merasa kurang nyaman.
Contoh lain adalah yang dialami tukang pentol (nama lain bakso tusuk) keliling langganan saya. Paman pentol, begitu biasa saya menyapanya, berkata bahwa selama pandemi ini pendapatannya jauh menurun. Keliling kemana-mana yang beli tidak ada.
Ya, begitulah yang terjadi sekarang ini. Belum krisis kata pemerintah, tetapi sudah banyak yang di PHK. Sudah banyak yang menjerit, sudah banyak yang terdampak.Â
Melihat ini semua, rasanya resesi bukan lagi menjadi ancaman, tetapi kenyataan. Tidak perlu kita menunggu hasil angka pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga akhir september nanti, karena semuanya sudah begitu jelas. Secara moral dan spiritual terlihat sudah resesi yang terjadi, tinggal menunggu data teknisnya saja lagi.