Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

"Kita di Zona Apa, Ya?"

8 Agustus 2020   05:59 Diperbarui: 9 Agustus 2020   04:01 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pandemi Covid-19. Arti Zona Merah, Oranye, Kuning, dan Hijau(KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo)

Kita di zona apa ya? Itu respon cepat salah seorang teman yang berprofesi guru menanggapi konferensi pers tentang penyesuaian kebijakan pembelajaran di masa pandemi covid-19 yang digelar 7 institusi pemerintah pada tanggal 7 Agustus 2020.

Keterangan pers ini bertujuan memaparkan penyesuaian surat keputusan bersama (SKB) empat kementrian tentang panduan pembelajaran di masa pandemi covid-19. Ini merupakan revisi SKB yang dikeluarkan sebelumnya pada tanggal 15 Juni 2020. SKB yang pertama, waktu itu dikeluarkan sebelum tahun ajaran dimulai. 

Konferensi pers ini menjawab kegelisahan dan kegalauan masyarakat yang telah menjalani pembelajaran daring. Seperti kita sama-sama ketahui pembelajaran daring menimbulkan beberapa masalah baik bagi siswa, guru maupun orang tua.

Zona Pandemi

Mari kita perhatikan beberapa poin penting dari konferensi pers ini. Poin Pertama adalah perubahan izin tatap muka untuk zona kuning. Saya memprediksi diskursus tentang zona akan mulai menghangat lagi di masyarakat setelah konferensi pers ini. 

Pada SKB sebelumnya hanya zona hijau yang diizinkan, sekarang zona kuning pun dibolehkan untuk tatap muka. Izin pembelajaran tatap muka yang direvisi bisa menjadi hal yang akan menuai kritik para ahli bahkan mungkin juga dari masyarakat. 

Keputusan yang terlihat sederhana ini, memiliki dampak yang besar. Dari sebelumnya hanya 6% siswa yang bisa belajar tatap muka, sekarang naik drastis menjadi 43%. 

Tetapi ada hal yang menggembirakan, kebanyakan daerah zona hijau dan kuning adalah daerah-daerah yang memang terpencil dan sulit mendapatkan akses pembelajaran daring. Pada masa pembelajaran daring mereka sulit untuk belajar. Dengan adanya izin baru ini kemungkinan mereka untuk bisa belajar terbuka lebar.

Mengapa kebijakan ini diambil? Menurut Mas Menteri Nadiem Anwar Makarim, latar belakang yang dipakai untuk memutuskan ini adalah banyaknya kendala dan dampak negatif yang berkepanjangan dari kebijakan belajar dari rumah (BDR). 

Sebenarnya memang dari awal sudah diprediksi bahwa permasalahan-permasalah tersebut tidak akan bisa dihindari. Lalu, apakah pemerintah terlambat melakukan kebijakan baru ini? Waktu yang akan menjawabnya.

Perluasan zona tatap muka ini juga menekankan aspek baru pada prinsip pelaksanaanya. Pada SKB revisi ini, aspek tumbuh kembang dan psikososial siswa juga mendapatkan perhatian besar, selain aspek kesehatan dan keselamatan. Ini menjadi poin plus yang bisa diambil dari SKB revisi ini.

Kurikulum Darurat

Selain perluasan zona tatap muka, poin kedua adalah pembahasan mengenai kurikulum darurat untuk zona yang belum bisa bertatap muka. Ini juga menjadi salah satu bahasan penting pada konferensi pers ini. 

Jika persentase izin tatap muka peserta didik naik drastis, untuk pembahasan kurikulum justru sebaliknya. Jumlah kompetensi dasar (KD) pembelajaran diturunkan secara drastis.

KD yang  dipertahankan adalah yang esensial dan kompetensi yang merupakan prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran. Keputusan inilah yang sebenarnya ditunggu-tunggu oleh para guru. Karena mengajar secara daring memang tidak mudah dan membutuhkan energi yang besar. 

Apalagi dengan keterbatasan waktu dan tatap muka, semakin sulit menkondisikannya. Keputusan menurunkan jumlah KD ini, pastinya akan menjadi angin segar untuk para guru. Tinggal kita tunggu saja bagaimana hasilnya, efisien atau tidak.

Kurikulum darurat juga mengingatkan kita akan pentingnya asesmen. Asesmen yang dilakukan secara berkala untuk mendiagnosis kondisi siswa. Asesmen diagnosis memang kurang dipakai sebelumnya. Yang lebih terkenal, asesmen formatif dan sumatif. 

Di masa pandemi ini, asesmen diagnosis dirasa penting untuk dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi capaian kompetensi siswa dan hasilnya menjadi dasar pemilihan strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang relevan dengan kemampuan siswa akan menjadi kunci keberhasilan pembelajaran daring.

Pandemi yang Mulai Dilupakan

Respon cepat temanku yang saya singgung di awal mungkin bisa dijadikan acuan untuk memahami bagaimana kondisi masyarakat sekarang. 

Tidak terasa, hampir dua bulan berlalu semenjak SKB pertama dikeluarkan. Tak terasa, sudah satu bulan para guru dan siswa melaksanakan pembelajaran daring di tahun ajaran baru ini.

Waktu berjalan begitu cepat. Waktu mengalir, seakan membuat kita lupa akan pandemi yang kita hadapi. Itulah realitanya. 

Walaupun belum ada tanda-tanda pandemi akan berakhir, kebanyakan masyarakat sudah tidak banyak yang memperhatikannya. Entah karena tidak peduli atau karena masyarakat sudah biasa dengan keadaan. "Berdamai dengan covid-19", kata Pak Jokowi.

Zona hijau belum bertambah signifikan. Dua bulan lalu ada 6% zona hijau, kini 7%. Setidaknya statistik ini menunjukkan bahwa kita belum mampu keluar dari masa krisis pandemi.  Sayangnya, data statistik covid-19 sudah tidak banyak diperhatikan orang. 

Masa-masa panik rasanya mulai menghilang sedikit demi sedikit. Itu kiranya yang bisa saya simpulkan dari respon cepat yang dilakukan teman yang berprofesi guru itu. 

Saya juga yakin, tidak banyak orang yang tahu ada di zona apa tempat tinggalnya sekarang.  Apakah semakin memerah atau mulai menghijau. Padahal sejatinya, hal itu penting untuk diketahui. 

Pentingnya Bertindak Cepat

Respon cepat yang diberikan temanku itu juga mengingatkanku akan pentingnya bertindak cepat. 

Menurut saya langkah kebijakan yang diambil pemerintah melalui surat keputusan bersama empat kementerian termasuk langkah yang cepat. 

Jika mau jujur, saya agak kaget mendengar penyesuaian ini diambil dalam waktu yang relatif singkat. Baru dua bulan yang lalu kebijakan diambil, sekarang dilakukan penyesuaian.

Pada kondisi normal, penyesuaian yang dilakukan dalam waktu cepat mungkin akan meninggalkan tanda tanya besar. Sebaliknya, pada kondisi pandemi, kecepatan pengambilan kebijakan penting untuk dilakukan. Situasi dan kondisi yang bergerak secara cepat dan dinamis, membutuhkan perhatian yang berkelanjutan. Perubahan yang cepat membutuhkan penyesuaian yang cepat pula. 

Selain itu, tindakan cepat pengambilan kebijakan menunjukkan adanya kerja nyata yang dilakukan. Bukankah ini yang diinginkan Pak Jokowi? Merubah channel kerja, dari ordinary ke channel extraordinary.  

Jika kita tidak cepat, pandemi akan mengalahkan kita. Jika kita mau menang, perlu bertindak cepat. Cepat berpikir, mencari solusi, mengambil keputusan dan cepat merealisasikannya.

Yang terakhir yang perlu kita pikirkan, bagaimana bisa cepat merealisasikan keputusan yang diambil. Biasanya ini yang akan menjadi masalah besar, apalagi untuk yang berada di daerah. 

Di daerah terkadang kebijakan yang diambil lambat untuk dieksekusi. Entah apa sebabnya. Terkadang follow up dari pemerintah pusat perlu dilakukan. Ini yang saya sangat harapkan.

Alhasil, bagi saya, yang utama adalah jangan sampai kita melupakan pandemi. Pandemi masih berlangsung dan entah kapan akan berakhir. Kerja nyata perlu dilakukan. Konferensi pers yang dilakukan kemdikbud ini patut diapresiasi sebagai salah satu bentuk kerja nyata pemerintah.  

Kebijakan yang cepat akan membuat masyarakat tidak bingung menghadapi pandemi ini. Semoga pembelajaran di masa pandemi ini bisa berjalan lebih baik lagi dengan adanya penyesuaian kebijakan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun