Kira-kira begitulah yang terjadi di mekanisme PJJ yang sedang berjalan sekarang. Lalu apa solusinya?
Lebih jauh Ivan Illich mengatakan dalam bukunya bahwa mindset masyarakat tentang sekolah harus dirubah. Pengajaran, nilai rapor, ijazah dan penghapalan harus dirubah menjadi pembelajaran, pendidikan, kompetensi dan kemampuan untuk menuangkan ide dan gagasan.
Menurut Illich, sekolah harus keluar dari formalitas institusi yang akan mengarahkan sekolah kepada mementingkan kondisi fisik, polarisasi sosial dan kelemahan psikologi.Â
Makanya gagasan beliau adalah  Masyarakat Tanpa Sekolah. Masyarakat yang mampu membentuk jaringan pendidikan (educational webs) yang akan bisa membuka kesempatan siswa mentransformasikan setiap momen dalam kehidupannya untuk belajar, berbagi dan peduli sesama.
Kisruh POP
Sebenarnya gagasan Illich itu sangat relevan dan sejalan dengan adanya Program Organisasi Penggerak (POP) yang diinisiasi Kemdikbud. Yang membedakan adalah gagasan Illich bersifat radikal, POP lebih moderat.
POP ingin menggabungkan antara organisasi masyarakat dengan institusi sekolah. Kemdikbud mengatakan bahwa tujuan program ini adalah agar sekolah bisa bertransformasi dan mendemonstrasikan pembelajaran kepemimpinan (instructional leadership). Semua itu dilakukan untuk mencapai tujuan akhir yaitu untuk mencari jurus dan pola terbaik untuk mendidik penerus negeri ini dengan inovasi yang tepat.
Jika kita perhatikan PJJ dan POP sama-sama memiliki tujuan yang sangat baik. Lalu mengapa jadi bermasalah? Mengapa terjadi kekisruhan? Jawabannya sangat sederhana yaitu masalah keuangan. Kata orang ujung-ujungnya duit (UUD).
Masalah PJJ yang utama adalah biaya kuota. Dana BOS dan BOSDA yang bisa digunakan untuk penanganan PJJ terasa belum cukup. Perlu ada sumber lain. Swasta atau swadaya masyarakat bisa dijadikan pilihan tengah solusi. Andai kuota bisa digratiskan pemerintah, semua elemen pendidikan pasti akan bisa bernafas lega.
Masalah POP juga sama, anggaran yang dipermasalahkan. Proses seleksi yang tidak jelas menyebabkan beberapa organisasi yang memang sudah punya anggaran besar bisa terpilih mendapatkan bantuan. Ada aroma kecemburuan dan ketidakadilan.Â
Hal ini seolah membenarkan gagasan Illich dalam bukunya. Di bab awal bukunya Illich membahas tentang pengeluaran siswa (pupil expenditure) sebelum membahas lebih mendalam tentang gagasan Deschooling Society miliknya. Membahas pengeluaran pasti arahnya membicarakan anggaran.
Alhasil, ironis memang ketika sebuah gagasan baik harus terhalang oleh sebuah mekanisme. Jadi, sebenarnya yang membuat kisruh adalah mekanismenya. Mekanisme yang seharusnya bisa dibicarakan dengan baik. Yang diperlukan sekarang adalah mencari jalan tengah dengan cara mendudukkan bersama para stakeholder yang terkait. Menurut saya, inilah solusi terbaik mengatasi kisruh PJJ dan POP.