Framing Ekonomi Usaha Kecil dan Menengah
Saya ingin menganalisis framing postingan ini dari sisi yang lain. Saya mencoba melihatnya dari sisi ekonomi, dengan digunakannya diksi "membeli" dan adanya ajakan untuk bertransaksi di postingan tersebut.
Tak bisa dipungkiri resesi ekonomi sangat berdampak di masyarakat. Angka kemiskinan meningkat. Rakyat semakin sulit untuk memenuhi kebutuhannya. Banyak yang harus diberhentikan dari pekerjaannya. Daya beli menurun, perputaran uang terhambat.
Usaha kecil dan menengah banyak yang terdampak kondisi ini. Ada yang harus gulung tikar karena tidak mempunyai kemampuan menggunakan e-commerce sebagai moda perdagangan yang mungkin dilakukan di era pandemi. Yang mampu pun belum tentu bisa bersaing dengan pedagang e-commerce yang sudah besar.
Persaingan pasar sangat kental pada dunia e-commerce. Seperti kita ketahui, di e-commerce harga tidak bisa dijadikan strategi karena tidak adanya transaksi tawar-menawar. Selain itu harga pasaran e-commerce juga relatif lebih rendah dari harga normal, yang terkadang membuat pedagang kecil harus merugi karena harga produksi lebih besar dari harga jual.
Dengan kondisi ekonomi seperti ini wajar saja para pedagang menggunakan berbagai cara untuk menggiring masyarakat untuk berbelanja.
Jika dilihat dari framing motif ekonomi ini maka postingan tersebut patut diapresiasi. Mengapa? Karena postingan tersebut akan mampu menggeliatkan ekonomi usaha kecil dan menengah.
Tetapi pemilihan diksi yang berbau propaganda agama dan budaya, itu yang perlu dikritisi. Dengan melakukan itu sebenarnya kemudaratannya akan lebih banyak daripada kebaikannya.
Sebenarnya banyak framing lain yang lebih positif dan membangun yang bisa digunakan. Agama dan budaya tidak perlu dibenturkan. Justru agama dan budaya harus digunakan seluas-luasnya dan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Bagaimana caranya? Untuk menjawab ini, harus kembali kepada diri kita sendiri. Banyak cara yang bisa dilakukan. Harus ada sinergi antara pemerintah dan masyarakat.Â
Semua dari kita harus berpikir bersama. Dengan kebersamaan akan terbentuk sense of crisis yang sama di masyarakat. Ini kuncinya.