"Yang belum dapat hewan Kurban, bisa merapat..." itu isi status WA Pak Haji Udin, pedagang atau bisa disebut juga bandar sapi di dekat sekolah kami. Biasanya Pak Haji Udin ini jarang membuat status WA, bahkan dihubungi pun kadang-kadang susah karena saking sibuknya.
Pak Haji Udin sehari-hari bekerja menyuplai daging sapi ke pasar-pasar tradisional di daerah kami. Dia memiliki kandang dan tempat pemotongan hewan yang lumayan besar. Biasanya ada ratusan sapi yang ada di kandangnya.Â
Ada beberapa pegawai yang bekerja di kandang miliknya. Ada yang bertugas mencari makan sapi, ada yang bertugas mengirim pesanan dan ada juga yang bertugas memotong sapi setiap harinya.
Saya menduga sepertinya Pak Haji Udin mungkin kesulitan mencari pembeli hewan kurban yang biasanya ramai di saat-saat menjelang hari raya Idul Adha seperti sekarang ini. Apa sebabnya? ya pastinya pandemi.Â
Makanya dia memasang status seperti itu. Biasanya tanpa pasang iklan pun pembeli membludak berdatangan ke kandangnya.
Resesi ekonomi yang terus berlangsung membuat daya beli masyarakat menurun. Belum lagi pembatasan sosial yang membuat masyarakat berpikir dua kali untuk berkurban. Trend yang terjadi adalah masyarakat kebanyakan lebih memilih menyalurkan hewan kurbannya melalui yayasan maupun badan sosial, tidak memotongnya pribadi atau memotong di masjid sekitar rumah.
Pak Haji Udin ini adalah tempat langganan sekolah kami membeli hewan kurban.Â
Bagi kami di sekolah, pandemi tidak menjadi halangan untuk memberikan pembelajaran tentang kurban.Â
Tahun-tahun sebelumnya, hari raya kurban disambut dengan meriah. Guru dan siswa berlomba-lomba mengumpulkan dana sedekah kurban yang nantinya dipakai untuk membeli hewan kurban.
Hal yang rutin kami lakukan adalah membuka bazar makanan. Caranya, siswa mengumpulkan modal dari tabungannya atau uang jajannya lalu menggunakan modal tersebut untuk membuat makananan dan kemudian makanan tersebut dijual di sekolah.
Berbagai makanan dibuat dan dijual siswa, dari yang paling sederhana sampai yang memang membutuhkan keahlian khusus untuk membuatnya. Kantin sekolah sepi pada hari-hari ini, karena kebanyakan siswa lebih memilih jajan di warung kelas. Alasan mereka adalah karena bisa jajan sambil sedekah.
Harga yang dijual agak mahal memang jika dibandingkan harga normal. Tujuannya tak lain supaya untung yang didapat lebih banyak. Walaupun begitu siswa tetap membelinya. Bahkan ada juga yang tidak mau ambil kembalian, "Biar saja kembaliannya, buat sedekah" ujarnya. Hasil dari kegiatan bazaar ini semua disumbangkan untuk dana membeli hewan kurban. Semuanya lo, bukan hanya untungnya, modal dan untungnya.
Di masa pandemi ini, anak-anak tidak kekurangan ide. Bazaar online pun dilaksanakan.
Di awal kami agak sangsi, apakah ini akan berhasil. Tetapi kami yakin saja dengan ide ini dan kami mulai melaksanakannya.
Ada program loak penuh berkah yang menjual barang layak guna dan pakai, jasa edit gambar atau video dan sudah pastinya berbagai macam ragam makanan yang dijual secara online. Siswa begitu semangat melakukannya. Bagi mereka walaupun sedikit hasilnya, tetapi yang penting semangatnya
Kegiatan ini bukan tanpa hambatan. Ada saja orang yang tidak setuju dengan cara yang kami gunakan dengan berbagai argumentasinya. Misalnya, ada yang mempertanyakan istilah sedekah kurban maupun argumen yang mengatakan kurban itu hanya bisa diberikan oleh satu orang dan satu nama, tidak bisa beramai-ramai seperti ini.
Bagi kami, ini adalah bagian dari pembelajaran. Itulah cara kami mengajarkan kurban ke siswa.Â
Bukan hanya kurban sebagai bentuk ibadah, tetapi nilai-nilai sosial berkurban pun dikedepankan. Selain itu program ini juga bisa membantu menanamkan nilai-nilai kewirausahaan pada diri siswa. Semua ini akan menjadi bekal yang baik untuk mereka di masyarakat kelak.
Diluar dugaan hasil dana yang terkumpul pun lumayan banyak, bahkan bisa mendekati perolehan ketika waktu normal. Di sisa waktu yang masih tersisa dua minggu kedepan, mungkin saja jumlahnya bisa melampaui perolehan tahun lalu.Â
Tantangannya sekarang adalah bagaimana kami merencanakan pemotongan dan distribusi daging kurbannya kelak di hari raya. Tidak banyak pilihan yang bisa dilakukan di tengah pandemi ini.
Alhasil, ditengah hambatan dan tantangan yang ada, rasanya pandemi tidak menyurutkan semangat kita dalam berkurban, yang menurun mungkin kemampuan untuk berkurban, seperti yang dirasakan pak Haji Udin yang menurun jumlah pembelinya. Biarlah kuantitas kurban kita tahun ini menurun, asal kualitas ibadah kurban kita meningkat. Kualitas disini ditunjukkan oleh semangat yang tetap menggebu-gebu dari para siswa dalam mengumpulkan dana hewan kurban. Semoga tahun depan kita bisa mengumpulkan dana kurban dengan cara yang normal lagi. Amiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H