Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar di Kelas Terasa Homeschooling

5 Juli 2020   10:08 Diperbarui: 5 Juli 2020   11:57 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: thelandscapeoflearning.com 

Sudah menjadi kodrat manusia untuk berbeda. Tuhan menciptakan manusia dengan berbagai macam bentuk fisiknya, karakternya, gayanya, dan berbagai perbedaan lainnya. Tidak ada satu manusiapun yang identik satu sama lain di dunia ini.

Dalam dunia pendidikan seorang guru harus memahami benar tentang perbedaan ini. Berkenaan dengan hal ini, saya teringat akan sebuah gambar yang sering saya lihat, baik di buku ataupun di seminar pendidikan yang saya ikuti. 

Sumber: thelandscapeoflearning.com 
Sumber: thelandscapeoflearning.com 

Di gambar tersebut, dilustrasikan ada seorang Bapak tua yang mengatakan, "For a fair selection, everybody has to take the same exam: Please climb that tree" Pada gambar terlihat Bapak tua tersebut sedang mengatakan hal tersebut kepada monyet, gajah, burung, ikan dan berbagai macam jenis hewan lainnya.

Apa makna gambar ini? Gambar ini sudah sangat mewakilkan apa yang kita hadapi di dunia pendidikan saat ini. Guru memahami benar perbedaan yang ada pada siswanya, tetapi sayangnya guru masih memberikan pelajaran dengan cara yang sama. 

Belum banyak guru yang memahami bahwa sebenarnya siswa akan lebih bisa belajar dengan menggunakan cara yang dia bisa dan cara yang disenanginya. Mungkin ini yang dimaksud "Merdeka Belajar" ala Mas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Memetakan Potensi Gaya Belajar Siswa

Guru sebagai ujung tombak pendidikan seharusnya bisa menyiasati hal ini. Hal pertama yang harus dilakukan adalah guru harus bisa memetakan potensi siswa. Potensi siswa yang mencakup karakternya dan gaya belajarnya. 

Ada siswa yang memiliki karakter kuat, otoriter, serius, periang, pendiam maupun kalem. Ada yang memiliki gaya belajar visual, pendengaran maupun kinestetik. Banyak teori berbeda mengenai gaya belajar yang bisa dipelajari. Intinya, semua jenis siswa ini tergabung menjadi sebuah satu kesatuan di dalam kelas.

Banyak cara bisa dilakukan untuk memetakan potensi gaya belajar siswa di dalam kelas. Semakin banyak guru berinteraksi dengan siswa semakin mudah guru memetakannya.

Pembelajaran dengan berpusat kepada siswa menjadi sebuah metode yang tak tergantikan. Dengan aktifnya siswa, guru akan lebih mudah mengetahui gaya belajar siswanya. Dan akan mudah juga baginya mendesain pembelajaran.

Dalam memetakan potensi gaya belajar siswa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, guru harus mampu menempatkan siswa pada posisi yang sama, walaupun dengan segala perbedaan yang ada. Guru tidak bisa pilih kasih kepada salah satu siswa. Seperti apapun macamnya siswa, guru harus memberikan perhatian dan perlakuan yang adil kepada mereka. Guru harus bisa merangkul semua siswanya di dalam kelas.

Sumber: Ilustrasi Pribadi Bilingual School Bandung(DOK. PRIBADI SCHOOL BANDUNG via edukasi.kompas.com
Sumber: Ilustrasi Pribadi Bilingual School Bandung(DOK. PRIBADI SCHOOL BANDUNG via edukasi.kompas.com

Kedua, guru harus memahami bahwa sebenarnya siswa tidak 100% sesuai dengan apa yang dipetakannya. Seorang siswa yang dipetakan sebagai seorang yang mempunyai gaya belajar visual, bukan berarti dia tidak akan mampu belajar dengan mengedepankan pendengaran. Jika cara yang disuguhkan guru sesuai dan bisa diterima dengan baik, tidak menutup kemungkinan siswa ini akan bisa beradaptasi dan meningkatkan kemampuan pendengarannya.

Ketiga, guru harus memahami bahwa setiap siswa mempunyai satu gaya belajar dominan yang dimilikinya. Dengan mengetahui ini, guru akan mempunyai arahan memberikan yang terbaik dalam mengajar di kelas. Sudah pastinya dengan tidak mengindahkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pembelajaran.

Mengenal Differentiated Instruction (DI)

Setelah guru mengenal siswa dengan segala macam gaya belajarnya, guru tidak boleh mengeluh dengan situasi yang dihadapinya. Yang harus dilakukan adalah guru harus mampu mendesain pembelajaran yang berbeda sehingga semua siswa bisa menerima pembelajaran yang diberikan.

Dalam dunia pendidikan kita mengenal konsep Differentiated Instruction (DI). Seorang ahli pedagogi Tomlinson pernah mengatakan bahwa perbedaan dalam pendidikan berarti memberikan kesempatan siswa untuk mengambil informasi dengan beragam cara (Tomlinson, 1999).

Dengan cara ini guru dituntut untuk menjadi seorang konduktor orkestra. 

Seperti halnya seorang konduktor orkestra, guru harus mampu memaksimalkan semua siswanya untuk bisa menjadi yang terbaik. 

Yang diharapkan dengan adanya DI ini adalah memaksimalkan pembelajaran di kelas dengan tetap memperhatikan keberhasilan setiap siswa dalam belajar.

Bagaimana DI bisa diterapkan? Untuk menerapkan DI dalam pembelajaran di kelas yang pertama dan utama adalah membentuk lingkungan belajar yang baik. Lingkungan belajar yang memahami perbedaan. Lingkungan belajar yang bisa menerima semua siswa dengan baik. Lingkungan belajar yang siswanya saling menghargai satu sama lain. Dengan adanya lingkungan belajar seperti ini, maka kolaborasi di dalam kelas akan terjadi.

Guru juga harus mampu menyiapkan hal-hal teknis pembelajaran DI. Diantaranya adalah mempersiapkan konten pembelajaran, skenario proses pembelajaran dan juga bentuk penilaiannya. Dalam mempersiapkan itu semua, guru harus memperhatikan kesiapan siswa dan juga gaya belajar dan interest siswa.

Jika DI benar-benar bisa diaplikasikan dengan baik di kelas, maka siswa akan merasa belajar di kelas itu seperti homeschooling dimana siswa diperhatikan secara personal. 

Bagi guru dengan menggunakan DI akan menjadi kesempatan baginya untuk mengajar di depan kelas dengan tetap bisa memperhatikan perkembangan siswanya satu persatu.

Alhasil, Setiap siswa adalah unik. Perbedaan diantara mereka adalah keberkahan bagi seorang guru. Dengan adanya perbedaan ini guru ditantang untuk terus mengupgrade kemampuannya. Perbedaan ini bukanlah beban bagi guru, tetapi kesempatan untuk bisa mencurahkan kemampuan terbaik yang dimilikinya.

Sumber:

Carol Ann Tomlinson, The Differentiated Classroom Responding to the Needs of All Learners (1999)

5 Juli 2020

Reflection Notes: Ambil hikmahnya

Mahir Martin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun