Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jangan Tertipu dengan Angka

1 Juli 2020   11:20 Diperbarui: 1 Juli 2020   11:23 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: foto.kompas.com

Di masa liburan sekolah seperti saat ini, banyak sekali pelatihan yang bisa diikuti oleh para guru. Di saat kita tidak disibukkan dengan mengajar maupun permasalahan siswa, mengikuti pelatihan menjadi alternatif mengisi waktu luang kita. Pelatihan juga bisa menjadi alternatif untuk mengupgrade diri kita.

Apalagi di masa pandemi sekarang dimana trend webinar yang sedang berjamur membuat kita sebagai guru sangat diuntungkan. Kita tinggal memilih pelatihan apa yang mau diikuti. Ada yang berbayar, ada yang gratisan. Ada yang bersertifikat ada yang tidak. Semua bisa diikuti sambil duduk manis dirumah tanpa harus repot-repot menuju tempat pelatihan.

 Angka pengalaman

Tidak semua guru memiliki semangat yang sama. Ada sebagian guru yang tertipu dengan angka yang dimilikinya. Apa maksudnya ? Yang saya maksud angka disini adalah angka yang menunjukkan jumlah tahun mengajar seorang guru. Sudah pastinya jumlah tahun mengajar menunjukkan pengalaman. Ya, kita terkadang tertipu dengan angka pengalaman itu.

Tak bisa dipungkiri pengalaman memang penting. Pengalaman memberikan pelajaran berarti bagi sesorang. Pengalaman membuat seseorang tahu harus berbuat apa. Pengalaman membuat seseorang bisa membaca situasi.

Kualitas seorang guru juga sangat ditentukan oleh pengalaman. Jam terbang mengajar membuat seorang guru lebih percaya diri. Guru yang berpengalaman tahu metode dan teknik apa yang cocok digunakan untuk berbagai macam kondisi kelas. Dia akan mampu menghadapi siswa dengan berbagai macam tingkah lakunya.

Pengalaman juga terkadang bisa membawa dampak negatif. Merasa diri sudah berpengalaman membuat seorang guru malas mengupgrade diri. Merasa ilmu yang dimilikinya sudah mencukupi. Merasa diri sudah mumpuni. Padahal tidak begitu realitasnya.

Ini yang saya rasakan. Saya sudah 13 tahun mengajar. Sebuah angka yang menunjukkan pengalaman yang tidak sedikit, tidak juga banyak. Yang pasti, sudah banyak asam garam, manis pahitnya menjadi guru saya rasakan. Pengalaman itulah yang membentuk karakter keguruanku sekarang.

Saya beruntung pernah dan sedang mengajar di sekolah-sekolah yang sangat memperhatikan pengembangan diri guru-gurunya. Selama 13 tahun saya mengajar di beberapa sekolah berbeda, setiap akhir semester pasti saya berkesempatan mengikuti pelatihan yang memang difasilitasi sekolah tempatku mengajar.

Uniknya, setiap pelatihan yang saya ikuti, saya merasa ada hal-hal baru yang saya dapatkan. 

Walaupun terkadang materi dan topik pelatihan yang diberikan sama, tetap saja selalu ada sudut pandang lain yang bisa dipelajari. Selalu ada hikmah baru yang dipetik dan sudah pastinya akan menambah pengalaman kita.

Urgensi upgrade diri di era pandemi

Semester ini agak berbeda. Masa pandemi membuat kita melakukan pelatihan secara online. Saya mengikuti salah satu webinar dengan tema online learning management. Seminar yang diadakan untuk memberikan bekal kepada guru untuk memulai tahun ajaran baru yang akan segera dimulai secara online.

Pada seminar ini pembicara menggunakan analogi atlet yang mengalami cedera untuk menggambarkan kondisi pendidikan saat ini. Seorang atlet yang mengalami cedera harus melakukan tiga hal, recover, regain dan restart.

Sumber: foto.kompas.com
Sumber: foto.kompas.com
Pertama, Recover yang berarti guru harus siap menghadapi pandemi ini. Dalam konteks pendidikan berarti guru harus siap dengan online learning. Tidak bisa dipungkiri online learning adalah cara terbaik melanjutkan pendidikan di era pandemi.

Virus korona memaksa guru untuk menggunakan teknologi. Hal yang sebenarnya harus dilakukan guru jauh sebelum pandemi ada.

Online learning tools dan learning management system menjadi sebuah kebutuhan. Semua guru berlomba-lomba mempelajarinya. Zoom dan Google classroom adalah sebagian diantaranya.

Kedua, Regain yang berarti guru harus bisa mengembalikan apa yang hilang di masa pandemi ini. Tak bisa dipungkiri banyak hal yang hilang di masa ini. Kita menyebutnya corona gap. Guru harus bisa mensolusikannya dengan menyusun rencana dan strategi yang tepat. Tidak mungkin mengembalikannya semua, paling tidak minimum core values dari pendidikan harus bisa dicapai.

Ketiga, Restart yang berarti guru harus bisa memulai kembali. Memulai kembali pendidikan dengan kenormalan baru, tanpa mengurangi makna pendidikan itu sendiri. Walaupun segala sesuatu harus dibuat serba fleksibel, menyesuaikan situasi dan kondisi.

Mencermati ketiga hal tersebut, upgrade diri menjadi sebuah keniscayaan bagi seorang guru di era pandemi ini. 

Online learning membutuhkan ide-ide kreatif dan inovatif yang belum pernah ada sebelumnya. Jadi, pengalaman mungkin tidak mencukupi untuk menghadapi kondisi ini.

Alhasil, angka berapa lama kita mengajar memang bisa menunjukkan kualitas kita. Tetapi angka itu terkadang membuat kita tertipu. Terkadang kita harus mampu kembali ke titik nol dimana kita bukanlah apa-apa. Pada saat itulah kita memahami pentingnya mengupgrade diri, memulai kembali sesuatunya untuk menjadikannya lebih baik dari yang pernah kita lakukan sebelumnya.

1 Juli 2020

Reflection Notes: Ambil hikmahnya

Mahir Martin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun