Masih banyak lagi sungutan emak emak yang awalnya kita sebut mereka hebat, sekarang aku bilang mereka gak cuma hebat, mereka luar biasa...Idiih narsis buar diri sendiri boleh kalee ya.. Gak cuma itu, di setiap grup WA yang isinya emak emak, udah pasti dech isinya ngomel melulu. Kadang sampae mikir begini..ente marah sama ane, lha ane ngomel ama siapa donk? wkwkwkwkwwkkk.
Itu hanya ungkapan hati aja lho. Gak salah sich, kadang aku juga gitu koq. Cuma masalahnya sekarang, apa kita mau mengomel terus? apakah itu akan menyelesaikan masalahnya? bukannya itu malah nambah masalah? Tokh kita juga gak tahu ini pandemi kapan berakhir. Akhirnya, ambil keputusan ekstrem aja dech...BERDAMPINGAN DENGAN COVID 19.Â
Kalo buat aku, bukan BERDAMAI. Kalo berdamai dengan covid 19, itu akan melemahkan kewaspadaan kita, seperti dengna terjebak dengan kata new normal sekarang ini. Mereka mulai lengah, dan mengakibatkan lebih banyak korban positif. Kalo buat aku berdampingan  itu tetep berjaga dan waspada dengan serangan covid 19.Â
Artinya, kita tetap melakukan seperti pada saat lockdown, hanya saja kita mencoba untuk menghilangkan pikiran 'parno' tadi. Waduuuh...gak takut tuch? Jangan mikir yang aneh aneh dulu. Bukan berarti kita mesti duduk bareng sama pasien yang positif covid 19 juga kalee. Bukan juga kita mesti berdamai alias sembrono aja dalam menghadapi covid 19. Hadeh Mahidara, ngomong apaan sich...hehehehehe
Ketika aku mulai merasakan lelah menggerutu tapi gak ada tindak baliknya alias berasa kayak mbesengut sama tembok, aku coba bikin resolusi dadakan buat aku pribadi dan keluarga kecilku.Â
Oya, sebelumnya maafkan bahasku yang mungkin seenaknya sendiri..pada dasarnya aku hanya ingin ber curhat ria. Walah, udah ngomong segini panjangnya baru minta maaf...kemana aja mbak? wkwkwkwkwkwk..
Buat aku, hidup berdampingan dengan covid 19 maksudnya berusaha menerima keadaan yang ada tapi tidak pasrah sepenuhnya. Contohnya begini, ketika kita, emak kurang tidur ini dihadapkan pada kenyataan bahwa kita harus membayar biaya sekolah anak, tapi anak lita gak sekolah. Gimana tuch? Dibikin santai aja, kita bayar uang sekolah untuk bayar kerja keras para guru yang kerjanya jadi 2x lipat.Â
Gimana gak? Bisa bayangin gak, setiap harinya, gurunya anak sulung saya, harus membuat pembelajaran dengan youtube, mulai dari syuting dan menerangkana, lalu mengedit, setelah itu dia hatus memeriksa tugas anak didiknya yang mungkin aja dikirimkan tidak saat itu juga. Bahkan ada juga yang baru beberapa hari kemudian.Â
Gak hanya itu, guru anak kembar ku, lebih parah lagi, mereka harus membuat folder anak anak didik mereka secara manual dan kemuadia direkap ke dalam folder komputer dengan file masing masing tugas dan masing masing anak.
Bukan itu yang jadi kendala, masalahnya mereka adalah guru guru konvensional di masa 'penjajahan' yang dalam tanda kutip mereka gaptek soal komputer dan internet. Apalagi mereka hanya guru di sebuah sekolah desa yang gajinya aja bukan dari pemerintah atau yayasan, melainkan subsidi dari orang tua dan salah satu Gereja.Â
Itu baru gerutu soal uang sekolah. Banyak juga yang menggerutu tentang peranan emak emak yang harus double..ups salah ..triple jabatan. Kadang kala aku juga masih sering menggerutu. Hasilnya, aku senewen sendiri. Gimana gak coba, aku justru sering marah sama anak anak. Tensi naik tajam, keadaan di rumah bukannya damai tenteram malah berasa kayak perang dunia ke sekian lah ya.Â