Mohon tunggu...
Mohammad Mahfuzh Shiddiq
Mohammad Mahfuzh Shiddiq Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar

Seorang yang masih belajar menulis dan menebar kebermanfaatan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kemerdekaan Siswa di Balik Penghapusan (Kata) UN

13 Desember 2019   15:05 Diperbarui: 13 Desember 2019   19:50 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita tidak bisa memungkiri fakta bahwa telah terjadi pergerseran nilai yang dilakukan generasi sekarang. Generasi yang cepat bosan dan kurang gigih dalam menyelesaikan tugas. Siswa di kelas kurang memperhatikan pelajaran dan tidak bisa fokus di kelas. Pekerjaan rumah seringkali diselesaikan dengan cara instan melalui bimbel ataupun grup belajar di media sosial. Soal difoto lalu minta bantuan menyelesaikan tanpa berusaha menegerjakan.

UN dihapus merupakan angin segar bagi mereka yang kesehariannya malas belajar dan merasa tertekan dengan target nilai UN. Mereka merasa "merdeka' dari beban yang selama ini menjadi momok secara turun menurun. Mereka berpikir buat apa belajar yang keras dan tekun jika tidak ada penilaian. Datang kesekolah seenaknya, mendengarkan guru di kelas sekenanya, tak perlu susah payah belajar dan mengerjakan PR dan mengejar prestasi pasti nanti lulus juga selama 3 tahun.

Pemikiran yang bisa menular di sebagian siswa. Bebas dalam arti bebas semau mereka karena tidak ada ikatan penilaian dalam kelulusan yang selama ini disematkan di UN.

Ini pekerjaan rumah besar setelah kebijakan UN dihapus. Alih alih kemerdekaan belajar seperti keinginan mas Menteri malah menjadi kemerdekaan siswa dari belajar. Dua hal yang saling bertolak belakang. harus ada solusi yang diberikan agar resiko kebijakan yang dikeluarkan tidak menjadi bumerang bagi siswa dan pendidikan di Indonesia seperti yang dikhawatirkan JK.

Perlu ada format yang pengganti yang membuat siswa tidak berprasangka bahwa tidak ada gunanya belajar di sekolah kalau tidak ada UN. Pemereintah harus berupaya keras dalam menumbuhkan gairah dalam belajar siswa.

Asesmen Kompetensi Minimum dan Survey Karakter sebagai pengganti format UN diharapkan sudah teruji dengan baik. Siswa jangan lagi menjadi kelinci percobaan kebijakan yang berujung merugikan siswa. 

Jangan kita terbuai dalam euforia penghapusan UN namun lupa resiko dan dampak negatif bagi siswa.

Sumber : satu, dua, tiga dan empat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun