"You nak pegi mana?", tanyanya sambil membuka jendela pintu depannya.
"Tolong hantarkan saya ke masjid terdekat, Uncle!", sapaku ragu-ragu. Maklum selama dua bulan, belum oernah keluar kemana-mana.
Uncle supir itu rupanya faham keadaan saya, selama di perjalanan saya jujur kepadanya, bahwa ini kali pertama saya keluar. Uncle itu orangnya baik, malah menasehati agar berhati-hati kalau keluar lagi.
***
Lima menit kemudian, taksi yang saya tumpangi sudah sampai di sebuah masjid. Masjidnya agak kecil, tapi bersih, teduh dan nyaman untuk kegiatan beribadah. Namanya adalah Masjid Saidina Umar Al-Khattab, Bukit Damansara.
Membaca kata Bukit Damansara, saya jadi teringat tokoh reformasi Malaysia, yaitu Datuk Seri Anwar Ibrahim, mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia. Saya mengetahui kawasan tempat tinggalnya, berdasarkan pemberitaan dalam media di Indonesia lagi.
Mayoritas yang datang ke masjid adalah memakai baju Melayu. Baju taqwa yang sewarna dengan celananya, bersongkok hitam dan memakai sarung songket sepaha, yang disebutnya kain samping.
Setelah pelaksanaan salat "Ied selesai, saya berjalan keluar menuju halte taksi untuk pulang. Namun tak sampai dua ratus meter, laungan kata reformasi bergema.
"Reformasi..!!
"Reformasi..!!, laungan sekelompok orang, sambil mengepalkan tangannya ke atas.
Rasa ingin tahuku bergejolak dengan apa yang berlaku di hadapan. Hati kecilku berbicara, "Pasti ini ada kaitannya dengan Anwar Ibrahim. Kalau ada yang memakai sarung sepertiku, saya akan ikut".
Nasib baik, ada 2-3 orang yang memakai sarung biasa. Secepat kilat saya menyelinap ke dalam kelompok itu. Ada sekitar 30-an orang dalam kelompok itu, berjalan menuju ke sebuah rumah dua tingkat, tidak jauh dari masjid tadi.