Di suatu desa yang sangat asri, hiduplah sepasang suami-istri dengan kedua anaknya. Pekerjaanya adalah bertani di tanah warisannya, yang tidak begitu luas. Tanaman utamanya adalah bawang putih untuk dijual, dan sayur-mayur untuk dikonsumsi sendiri.
Karena lahannya tidak begitu luas, maka hasil panen bawang putihnya juga terbatas. Sehingga hanya cukup untuk makan ala kadarnya, dan untuk membiayai sekolah kedua anaknya.
Setelah panen tiba, bawang putihnya akan dikeringkan. Kemudian akan dibungkus sekilo-kilo, dan dimasukkan ke dalam guni. Setelah itu baru disimpan di atas para dapurnya, agar bawangnya tidak bertunas dan membusuk.
Kalau persediaan beras dan barangan dapur menipis, maka petani tersebut akan membawa 1-2 kilo ke toko kelontong di desanya, untuk dijual dan ditukar dengan beras dan barangan dapur lainnya.
Suatu ketika, Tuan toko tersebut merasa was-was dan curiga, apakah benar kiloan bawang putih itu benar ukurannya. Akhirnya Tuan toko tersebut menimbang bawang putih tersebut. Benar, setelah ditimbang bawang putih itu tidak sampai 1 kilo gram, hanya sekitar 900 gram.
Tuan toko tersebut menjadi murka, karena selama ini, Beliau merasa tertipu oleh ulah petani tersebut. Akhirnya, petani tersebut dipanggil ke tokonya, untuk menanyakan perihal timbangan bawang putihnya, yang tidak sampai satu kilo.
"Kamu tahu nggak, bahwa bawang putihmu tidak sampai satu kilo."
"Kalau benar kamu menipu, saya akan minta ganti rugi.", ancam Tuan toko dengan suara mendesak.
"Betul Pak, bawang itu beratnya sekilo."
"Saya tidak menipu dan mengurangi timbangannya.", bela Petani itu sambil memohon ampun.
"Bagaimana kamu menimbangnya?", selidik Sang Tuan Toko.
"Maaf Pak, saya orang miskin, saya tidak mempunyai timbangan."
"Saya hanya menimbang sama beratnya, dengan sekilo gula yang saya beli di toko ini.", Sang Petani menjelaskan dengan jelas cara menimbangnya
Jlebb!! Tuan toko tersentak.
Trik mencuri timbangan di tokonya mulai terkuak, akibat kejujuran dan kepolosan petani tersebut. Rupanya selama ini, semua timbangan barang yang dijual di tokonya, per kilonya dikurangi 100 gram. Mulai dari saat itu, Tuan toko sadar akan kesalahannya dalam mencuri timbangan.
***
Masih banyak di sekitar kita, pedagang yang mengurangi timbangan dan takaran dalam transaksi yang mereka lakukan dengan para pembelinya. Padahal agama sangat melarang, kita mencuri dan memanipulasi alat timbangan.
Lihatlah! Bagaimana Allah menghancurkan umat Nabi Syuaib yang tidak jujur dalam berdagang, yaitu Kaum Madyan dan Aikah. Akhirnya Allah SWT  menurunkan azab kepada umat ini  melalui sebuah gempa dan hawa panas hingga mereka mati di dalam rumahnya masing-masing.
Kita harus meyakini, bahwa apa jua yang kita lakukan, akan kembali kepada kita Masing-masing. Kita berbuat baik, maka kebaikan yang akan berbalik kepada kita sendiri. Begitu pula dalam hal keburukan.
Oleh karena itu, apabila ada keburukan yang datang menimpa kita. Jangan dulu menyalahkan orang lain, ada baiknya kita instropeksi diri dulu.
Atau keburukan yang kita lakukan, dibalas dengan keburukan-Keburukan yang lain. Kita tidak tahu, apakah kita pernah melakukan keburukan yang sama kepada orang lain. Â Namun kita belum sempat bertaubat dan meminta maaf kepada yang bersangkutan.
(MT).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H