Kekalahan beruntun Timnas Indonesia belakangan ini, cukup membuat kedudukan dalam grup G putaran kedua ajang kualifikasi Piala Dunia 2022, berada dalam zona merah. Kalah dari 2-3 dari Malaysia, digerogoti Thailand 0-3, dan dibantai 5-0 sampai tak berkutik oleh Uni Emirat Arab.
Kekalahan demi kekalahan ini, mendapatkan banyak respon dan sorotan dari berbagai kalangan. Sorotan tersebut banyak ditujukan kepada performa para kiper Timnas Garuda, disamping itu racikan sang Pelatih Simon McMenemy dinilai berada di bawah nilai standar.
Namun rumus asas dalam dunia kulit bundar tetap perlu diperhatikan. Sebuah Timnas yang solid akan tercipta dari sebuah federasi yang dinamis, dimana jadwal pertandingan tidak maju mundur dan liga menjadi lancar.
Cukup miris juga, apabila kekalahan beruntun tempo hari, lebih banyak yang menuding jari kepada performa dari sang penjaga gawang. Padahal sepak bola adalah sebuah pertandingan yang membutuhkan kerjasama tim. Jadi teringat kepada curahan hati mantan kiper nasional, Hendro Kartiko,
"Memang realita dalam sepak bola begitu, saat kalah siapa yang jadi kiper. Namun saat menang, siapa yang ngegolin."
"Sepak bola itu adalah kerjasama tim, disaat kita kalah ataupun menang adalah kerjasama tim. Kita harus sama-sama memikulnya."
Sebenarnya Indonesia tidak pernah kekurangan talenta dari posisi penjaga gawang. Dan bakat-bakat itu terus bermunculan dari zaman ke zaman. Siapa yang tak kenal dengan kekebalan Hermansyah dalam menjaga mistar Timnas Indonesia ? ada Kurnia Sandy, Listianto Raharjo, Markus Horison sampai Kurnia Meiga.
Saat ini saja, punggawa penjaga gawang  banyak menunggu panggilan dari Timnas. Ada Wawan Hendrawan (Bali United), Andritany Ardhiyasa (Persija), M.Ridho (Madura United), Teja Paku Alam (Sriwijaya FC), Miswar Saputra (Persebaya Surabaya), dan banyak bakat-bakat lainnya di luar sana.
Dan lebih miris lagi, kita banyak kekurangan penyerang yang berpotensi. Bakat-bakat dari penyerang sepak bola Indonesia, banyak dikerdilkan oleh hampir keseluruhan klub, yang lebih mengutamakan kepada penyerang asing dan pemain naturalisasi.
Akibat kekurangan bermain dalam liga, Penyerang kita menjadi kurang jam terbangnya. Sehingga top skor dalam Liga 1 Indonesia didominasi oleh Penyerang Asing. Â Sudah waktunya PSSI sebagai penyelenggara liga, mewajibkan setiap klub untuk memainkan seorang penyerang di dalamnya.
Kedua, PSSI mengkaji lagi pengambilan pemain naturalisasi dalam dunia sepak bola. Setidaknya, membatasi batas umur seorang pemain yang ingin mengajukan bergabung dengan Timnas Indonesia. Jangan sampai terkesan, Timnas Indonesia adalah pelarian pemain internasional yang sudah tak terpakai di negara masing-masing.