[caption id="attachment_302118" align="aligncenter" width="300" caption="pendaftaran sekaligus pengecekan sebelum memilih (file pribadi)"][/caption]
Setelah beberapa bulan di tunggu dan dinantikan pesta demokrasi itu telah bergulir hari ini. Pada hari ini 6 April 2014, Pemilihan Umum legislatif di adakan secara serentak di  di beberapa negara termasuk Malaysia, Singapura dan Taiwan. Tentunya para calon legislatif Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta II tidak nyaman duduk memikirkan berapa suara yang dapat di dulang dari suara WNI di luar negeri.
Daftar Pemilih Tetap Luar Negeri (DPTLN) adalah 2,010,290 pemilih dan 53 % dari pemilih terdaftar tersebut datangnya dari Malaysia, yaitu 1,059,219 suara. Sehingga WNI di Malaysia yang mayoritas adalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) begitu istimewa dalam pandangan para calon legislatif .Dapil DKI Jakarta II.
Dari 53 % DPTLN di Malaysia, daftar tersebut berdasarkan Panitia Pemilihan Luar Negeri  Kuala Lumpur (PPLN KL) yang membawahi Wilayah Persekutuan (Kuala Lumpur dan Putrajaya), Selangor, Perak, Terengganu dan Kelantan mempunyai daftar pemilih tetap 38 % (402,537) diikuti  PPLN Johor Baru 31 %, PPLN Kota Kinabalu 14 %, PPLN Kuching 9%, PPLN Penang 4 % dan PPLN Tawau 4%.
Sistem Pemilu Di Malaysia
Di Malaysia, Pemilihan umum menggunakan tiga sistem yaitu sistem pemilihan via Pos, Sistem pemilihan Dropbox dan sistem pemilihan langsung di Tempat Pemungutan Suara (TPS) terpilih.
Sistem pemilihan via pos telah dilaksanakan atau dikirimkan via Pos Malaysia pada tanggal 24 Maret yang lalu. Â Melalui pemilihan via pos ini, PPLN mensasarkan pemilih di luar lingkaran Kuala Lumpur dan Selangor, Yaitu di tumpukan pada pemilih di negeri Perak, Terengganu dan Kelantan yang tidak tinggal di daerah /Asrama Perpabrikan dan perladangan.
Sekitar 35 ribu suara pos di harapkan sampai ke PPLN KL sebelum tanggal 6 April 2014. Perbaikan dari pemilu sebelumnya adalah cara pengiriman dibuat lebih sistematis dengan penggunaan kantong suara berkunci (Lock Bag)
Sedangkan Pemilihan via dropbox telah dilaksanakan secara berperingkat sejak tanggal 23 Maret. Daerah tumpuan melaui sistem ini adalah daerah perpabrikan dan perladangan . Petugas Dropbox akan mengakomodasikan daerahnya mulai daerah perpabrikan sekitar Kuala Lumpur hingga daerah perladangan di luar kota negeri  Kelantan.
Pemilihan via TPS, Pemilihan langsung yang dilakukan di TPS yang di adakan di sekitar Kuala Lumpur dan Selangor dengan  menempatkan 15 lokasi yang mudah dijangkau oleh para pemilih. Daerah tumpuan pemilih adalah beberapa TPS di Kedutaan Besar Republik Indonesia  (KBRI) Kuala Lumpur, Wisma Duta (Rumah Dubes) dan Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL).
Pemilu Legislatif  Hambar
Animo Warganegara Indonesia (WNI) di Kuala Lumpur untuk datang memilih ke TPS kurang mendapat sambutan. Informasi dari berbagai lokasi TPS di sekitar Kuala lumpur dan Selangor terasa hambar. Penulis sendiri yang memilih di Sekolah Indonesia Kuala lumpur (SIKL) melihat hal yang serupa. Masih lebih banyak antrian para WNI yang berhubungan dengan KBRI setiap harinya.
Target yang direncanakan PPLN KL untuk melebihi 20% dari DPTLN sepertinya tidak akan tercapai. Perlu diketahui bahwa pada pemilu 2009 hanya 20% dari DPTLN yang ada ketika itu memberikan hak suaranya. Apakah hal ini juga akan berlaku pada Pemilu Legislatif 6 April 2014 ini ?
Walaupun PPLN telah melakukan tugas dengan maksimal seperti penambahan jumlah TPS, melakukan sosialisai pemilu ke tempat tumpuan WNI, mangadakan Klinik Pemilu di area menunggu KBRI, mengadakan pertemuan dengan berbagai parpol, komunitas dan ormas , mensosialisakan pemilu melalui Blast SMS dengan bekerja sama dengan operator telekomunikasi Malaysia serta memudahkan pendaftaran pemilih baik langsung, via sms atau online.
Namun keluhan-keluhan kekurangan dan kelemahan tetap bermunculan. Seperti surat suara tidak sampai ke alamat yang didaftarkan, Alamat pemilih berjauhan dengan TPS. Bahkan ada seorang pemilih yang saya temui tadi berasal dari Tronoh (perak) namun memilihnya di TPS SIKL Kuala Lumpur.
Kelemahan itu sendiri juga datangnya dari WNI Sendiri, Dimana samapi hari H juga belum mendaftarkan diri sebagai pemilih tetap. Banyak kasus dan fakta di lapangan, 2-3 hari menjelang pemilu legislatif banyak yang tidak tahu dimana mereka akan memilih.
Atau datangnya dari keengganan para WNI sendiri yang tidak mau memilih , sedangkan pemilu legislatif pada kali ini dilakukan pada hari Minggu (libur). Atau apakah kehambaran pemilu legsilatif di Kuala Lumpur ini berkaitan dengan meningkatnya angka Golongan putih (golput) yang semakin meningkat ?
Kelemahan dan kekuarangan ini harus dijadikan PR bagi PPLN atau Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada masa akan datang. Kehambaran ini jangan dibiarkan dari pemilu ke pemilu sehingga menimbulkan kecaman dan kecurigaan yang berlebihan dengan sistem pemilu di luar negeri.
Apapun semoga yang terpilih dalam dapil DKI Jakarta II ini bisa menjadi kepanjangan suara para WNI di luar negeri yang umumnya para TKI.
Salam dari Kuala Lumpur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H