[caption id="attachment_379767" align="aligncenter" width="619" caption="TKI (Kompas.com)"][/caption]
Pemimpin politik dan militer Perancis abad-18, Napoleon Bonaparte mengatakan "Tangan kanan seorang perempuan mengayunkan buaian, Namun tangan kirinya mampu menggoncangkan dunia". Pepatah itu memberikan banyak penafsiran yang pada dasarnya adalah masa depan suatu bangsa dapat dicorakkan dan ditentukan oleh seorang wanita yang berada dalam struktur unit/intitusi  terkecil dalam sebuah negara yaitu keluarga.
Seorang wanita yang bergelar seorang ibu pastinya paling banyak mempunyai waktu bersama keluarga. Untuk itu seorang ibu haruslah mempunyai  ilmu yang mencukupi dalam mendidik anak sesuai dengan zamannya. Karena cara-cara mendidik anak senantiasa berubah dan bergerak mengikuti perkembangan zaman.
Tidak mungkin disamakan cara mengasuh, membimbing  dan mendidik anak pada zaman kita dulu dengan zaman sekarang, tantangan dan halangan pastinya berbeda. Apabila pada zaman kecil kita dulu, pegangan dan alat permainnanya adalah kelereng dan karet. Namun anak-anak sekarang alat permainnnanya semuanya berada dalam genggaman tangannnya , yang hanya tinggal sentuh dan pencet saja.
Ilmu -ilmu Parenting atau tentang ilmu cara mengasuh, membimbing dan mendidik anak tersebut tidak diajarkan dalam kurikulum persekolahan. Namun bisa didapatkan dari pengalaman seseorang atau kajian yang telah dilakukan oleh para pakar tentang ilmu tersebut didalamnya
Pentingnya Ilmu Parenting Bagi Seorang TKI
Keberadaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) masih dilihat dari faktor segi ekonomi saja oleh pemerintah. TKI masih diagung-agungkan sebagai pahlawan sumber devisa negara, yang mana hasil keringatnya yang dikirimkan ke Indonesia (Remitansi) mampu mencorakkan ekonomi di peringkat dasar pada negara.
Dan pengiriman TKI ke luar negeri masih dijadikan sebuah solusi oleh pemerintah, dalam ketidak-mampuannya menyediakan lapangan kerja yang memadai bagi rakyatnya. Namun dampak sosial yang ditimbulkan oleh hal tersebut  masih belum terfikirkan secara nyata oleh pemerintah.
Pemerintah hanya memfokuskan kepada sisi TKI itu sendiri, baik mulai dari pemberian keterampilan praTKI, penempatan hingga perlindungan selama berada di negara tujuan. Pernahkan pemerintah memikirkan dan membicarakan tentang dampak sosial pengiriman TKI dan kesannya kepada keluarga dan anak TKI tersebut selama ditinggalkan di kampung ?
Bagaimana perkembangan keluarga dan anak-anak yang ditinggalkan minimal selama 2 tahun untuk bekerja ke luar negeri sebagai TKI ?
Tidak sedikit keluarga mereka berakhir dengan perceraian dan tidak sedikit anak-anak mereka menjadi korban dan berantakan perkembangannya. Dan yang paling banyak mendapat kesan dari dampak sosial ini adalah anak-anak TKI itu sendiri.