Mohon tunggu...
Mahfud Al Buchori
Mahfud Al Buchori Mohon Tunggu... -

Writer -- Studying at UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Belenggu Internet terhadap Transformasi Santri

8 Desember 2018   22:35 Diperbarui: 9 Desember 2018   00:34 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keadaan seperti inilah yang membuat karakter santri berubah. Anthony Giddens dalam bukunya TheRunaway World mengatakan bahwa globalisasi telah menciptakan sebuah dunia baru dengan tatanan yang beroperasi di dalamnya. Dunia baru tersebut berhasil membuat dunia lama semakin lepas kendali dan kehilangan kontrol. Dalam kasus ini, santri zaman sekarang semakin kehilangan jati diri yang dibangun oleh santri zaman dahulu. 

Transfer Ilmu 

Kiai mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Seorang santri tentu membutuhkan bimbingan dari kiai. Tanpa kiai, ilmu yang dipelajari akan terasa kering dan gelap.

Dalam hal ini, bisa dikatakan bahwa kiai adalah sumber ilmu. Pengetahuannya yang luas menjadi sajian yang harus dilahap santri di pondok pesantren. Tujuan utmanya agar santri mengetahui beragam ilmu lantas memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari.   

Dialektika antara santri dan kiai harus ada. Proses transfer ilmu akan berjalan dengan baik jika keduanya saling terlibat dan aktif berhubungan. Santri harus menampakkan rasa ta'dzim kepada kiai. Jika tidak, maka proses transfer ilmu akan berhenti di tengah jalan tanpa memberikan kecerahan.  

Kasus inilah yang sering dialami santri zaman sekarang. Seperti kisah yang saya ceritakan di atas tadi. Bahwa kemajuan teknologi yang tidak disikapi dengan bijak akan menimbulkan madlarat tersendiri. Kecenderungan bermain smartphone membuat santri abai terhadap kiai.  

Syeikh Az- Zarnuji dalam kitab Ta'limul Muta'alim menjelaskan bahwa salah satu hal yang perlu dilakukan ketika mencari ilmu yaitu menghormati guru. Dengan menghormati guru, ilmu yang disampaikan akan lebih mudah meresap. Lebih lanjut, Az- Zarnuji mengatakan, "Barang siapa yang melukai hati gurunya, maka tertutuplah keberkahan ilmunya."  Memang seperti inilah konsep yang benar dalam proses mencari ilmu. Santri haruslah menghormati kiai agar bisa mendapatkan ilmu secara komprehensif.           

Pada dasarnya, santri memang tidak dapat membendung arus globalisasi yang begitu pesat. Di era sekarang ini, intensitas penggunaan smartphone secara berlebihan dan lepas kontrol akan menggerus karakter santri. Akibatnya, para santri hampir tidak punya lagi sikap ta'dzim. Padahal, hal itu sangat dibutuhkan dalam proses transfer ilmu. Masalah inilah yang sebenarnya perlu diperbaiki. Karena "Jika kau abaikan guru, maka terimalah kebodohanmu," begitulah kata seorang penyair Arab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun