Jangan menggunakan kata "saya," "kamu," "kalian," apalagi "anda." Sehingga, pembaca tidak akan merasa diceramahi atau digurui oleh si penulisnya. Menggunakan kata "saya" dan "kamu" sebenarnya enggak apa-apa. Karena saya sering menggunakan itu. Namun, redaksinya yang harus hati-hati. Kalimatnya yang harus benar-benar di susun agar ketika dibaca, tidak seperti menceramahi.Â
KEDUA, jangan langsung gunakan ayat dan hadis.
Kalau kamu menggunakan ayat dan hadis langsung, ini akan membuat tulisan kita terkesan seperti buku agama Islam di sekolah. Monoton, mainstream, dan membosankan.Â
Ingat, tulisan kita ini adalah bacaan yang akan dibaca oleh banyak orang. Kalau kamu mau meningkatkan literasi negara kita, maka buatlah tulisan yang jangan langsung memberikan larangan, tapi buat tulisan yang bisa memahami mereka dulu, baru kasih pesan di akhir tulisan.Â
Sehingga, kebaikan yang ingin disampaikan jangan langsung to the point. Tapi, coba sampaikan dulu masalahnya apa, lalu pahami bagaimana perasaan pembaca. Hal ini akan membuat pembaca jadi suka sama tulisanmu. Siapa tahu, berkat tulisanmu itu, yang awalnya mereka tidak suka membaca, jadi suka membaca.Â
Misalnya, kamu sedang membuat tulisan tentang hijab. Kalau kamu langsung mengeluarkan ayat dan hadis tentang larangan membuka aurat di awal, ini akan membuat pembaca kabur. Pembaca akan sulit dapat hidayah kalau caranya seperti itu. Tapi, coba pahami perasaan pembaca yang sampai saat ini masih belum bisa menutup auratnya.
Coba survei, mereka pasti punya alasan kenapa tidak mau berhijab secepatnya. Nah, itu kamu utarakan di awal tulisan. Sehingga, pembaca akan merasa kalau kita ini memahami isi hati mereka.Â
Barulah setelah itu kamu informasikan perlahan-lahan, bagaimana islam menghargai wanita. Salah satunya adalah dengan cara menutup auratnya. Pembahasan ini sudah saya bahas di tulisan saya sebelumnya:Â 7 Trik Ini Mampu Membuat Tulisanmu Membius Pembaca
Mungkin dua poin itu yang terpikirkan oleh saya ketika kita hendak membuat tulisan nonfiksi yang tidak menggurui pembaca. Pada intinya, jangan langsung ke nasihat dan jangan langsung men-judge. Karena itu sudah pasti menggurui ujung-ujungnya.
Kalau tadi nonfiksi, sekarang bagaimana membuat tulisan fiksi agar tidak terkesan menggurui? Apalagi untuk novel-novel dengan tema religi. Mungkin akan banyak nasihat di novel tersebut yang perlu hati-hati dalam penyampaiannya. Entah larangan melakukan A, B, C, dan sebagainya melalui sebuah tulisan artikel atau cerita.