Mohon tunggu...
Mahesya Azzahra
Mahesya Azzahra Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

Hobi saya menggambar, saya adalah seorang yg bisa dibilang introvert, dan saya menyukai konten art, masak masak, dan masih banyak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Daripada Membandingkan Anak Anda, Lebih Baik Lakukanl Hal Ini!

26 Maret 2023   03:50 Diperbarui: 26 Maret 2023   04:01 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Anak tidak perlu dibanding-bandingkan dari segi kepribadian, sikap, kecerdasan, atau fisik. Namun orangtua seringkali membandingkan anak dengan dirinya yang dahulu, anak lain, atau bahkan saudaranya sendiri.

Kebiasaan membanding-bandingkan anak merupakan salah satu tanda gaya parenting yang narsistik. Pola pengasuhan yang seperti ini bisa berdampak sangat buruk terhadap perkembangan psikologis anak. Anak-anak dari orang tua narsis secara alamiah akan belajar dan meniru bahwa manipulasi dan rasa bersalah adalah strategi yang efektif untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Allah berfirman dalam QS. An-Nisaa [4]: 32

Artinya: "Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."

Menurut Schrag Hershberg (Psikolog), ketika orang tua membandingkan anak mereka dengan orang lain, itu akan membuat mereka merasa rendah diri."Pada akhirnya, anak-anak akhirnya merasa diri mereka buruk. Ini merupakan faktor risiko untuk sejumlah hal negatif di kemudian hari, seperti kecemasan, depresi, dan penyalahgunaan narkoba," katanya.

Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Family Psychology mengungkapkan jika membanding-bandingkan anak bisa membahayakan mereka seumur hidup. Tim peneliti mendorong orang tua untuk berhenti melakukan hal ini pada anak-anaknya.

Orang tua yang membandingkan anaknya dengan saudaranya juga bisa dikatakan seperti mengadu domba. Salah satu diantara mereka yang dianggap "rendah" akan menyimpan rasa sedih, kesal, marah, cemburu, dan tidak percaya diri. Yang nantinya bisa meluapkan kekesalannya jadi benci terhadap saudaranya. Ini yang dikhawatirkan.

Berikut ini beberapa pendekatan yang lebih positif dibandingkan dengan membanding-bandingkan :

1.Tetapkan tolok ukur bukan membandingkan. Hargai usaha anak, walaupun nilai ulangannya lebih jelek dari sebelumnya. Ini membagun rasa percaya dirinya.

2.Dorong anak mengatasi kelemahannya dan tanyakan kepada mereka apakah membutuhkan bantuan. Berikan bantuan kepada mereka.

3.Berikan pujian untuk keunggulan yang dimiliki anak. Hargai apapun tugas yang ia lakukan dengan baik.

4.Hindari ekspektasi yang yang berlebihan. Bila anak Anda ingin jadi dokter jangan paksa ia untuk unggul dalam seni. Ia mungkin cerdas, tapi jika minat nya berbalik dengan yang orang tua harapkan ia tidak akan berhasil dalam bidang manapun.

5.Berikan dukungan dan cinta tanpa syarat. Bila nilai anak tidak bagus, jangan buat ia merasa telah mengecewakan atau mempermalukan Anda. Selalu berikan dukungan ke anak dan selalu hargai usahnya di depan banyak orang.

6.Dari pada membandingkan anak, cari cara untuk memperkenalkan keterampilan dan minat baru pada anak. Anda bisa lakukan pendekatan yang sama, jangan tonjolkan ketidakmampuan anak atau memaksannya menjadi sempurna. Tapi perlahan perkenalkan dan latih bagaimana ia bisa menguasai kemampuan tertentu.

Jangan membanding-bandingkan anak dengan anak lain atau bahkan saudaranya sendiri. Pasalnya, apa yang Anda katakan bisa saja melukai hati anak Anda seumur hidupnya. Sebaiknya, fokus pada perkembangannya saja bila ingin anak Anda berhasil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun