Mohon tunggu...
Adam Alif Raihan
Adam Alif Raihan Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta

Seorang Mahasiswa Muhammadiyah Jakarta Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Fenomena 'Doom Spending' Dikalangan Gen Z : Dampak Sosial Ekonomi dan Penyebabnya

10 Desember 2024   15:27 Diperbarui: 10 Desember 2024   15:24 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena Doom Spending di Kalangan Gen Z: Dampak Sosial Ekonomi dan Penyebabnya

Ekonomi digital merupakan transformasi besar dalam berbagai sektor ekonomi yang didorong oleh teknologi informasi dan komunikasi. Dalam era ini, aktivitas ekonomi, seperti transaksi jual beli, akses keuangan, hingga distribusi informasi, semakin mengandalkan platform digital seperti e-commerce, fintech, media sosial, dan aplikasi berbasis teknologi lainnya. Revolusi digital ini menciptakan peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi global, termasuk di Indonesia, dengan peningkatan efisiensi, perluasan akses pasar, dan percepatan inovasi. Ekonomi digital telah menjadi penggerak utama pertumbuhan berbagai industri dan mendorong terciptanya lapangan kerja baru, terutama dalam bidang teknologi, pemasaran digital, dan logistik.

Namun, di balik dampak positif tersebut, ekonomi digital juga menimbulkan tantangan serius, terutama terkait dengan kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial dalam konteks ini merujuk pada perbedaan akses, kemampuan, dan manfaat yang dirasakan oleh individu atau kelompok masyarakat dalam memanfaatkan teknologi digital. Salah satu penyebab utama kesenjangan ini adalah keterbatasan akses terhadap infrastruktur digital, seperti jaringan internet yang belum merata di seluruh wilayah. Banyak daerah terpencil di Indonesia yang masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses internet yang memadai, sehingga masyarakat di wilayah tersebut tertinggal dalam memanfaatkan peluang ekonomi digital.

Selain itu, rendahnya literasi digital di kalangan masyarakat tertentu juga memperbesar kesenjangan sosial. Tidak semua individu memiliki kemampuan atau pengetahuan yang cukup untuk menggunakan teknologi digital secara efektif. Hal ini sering kali disebabkan oleh keterbatasan pendidikan dan pelatihan, terutama bagi kelompok masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah. Sebagai contoh, masyarakat yang kurang terampil dalam menggunakan aplikasi perbankan digital akan kesulitan mendapatkan manfaat dari layanan keuangan modern, seperti pembayaran elektronik atau pinjaman online.

Kesenjangan sosial dalam ekonomi digital juga terlihat pada ketimpangan gender. Studi menunjukkan bahwa perempuan di beberapa wilayah memiliki akses yang lebih rendah terhadap teknologi dibandingkan laki-laki, baik dalam hal penggunaan perangkat digital maupun peluang kerja di sektor teknologi. Ketimpangan ini memperkuat marginalisasi perempuan dalam ekonomi dan membatasi kontribusi mereka terhadap pertumbuhan ekonomi.

Di sisi lain, ekonomi digital juga memperburuk kesenjangan pendapatan. Meskipun banyak peluang baru tercipta, sebagian besar manfaat cenderung terkonsentrasi pada kelompok yang sudah memiliki akses teknologi dan sumber daya yang memadai. Perusahaan besar dengan sumber daya teknologi canggih mampu mendominasi pasar, sementara usaha kecil dan menengah sering kali kesulitan bersaing. Hal ini menyebabkan ketimpangan yang semakin tajam antara pelaku ekonomi yang berada di pusat perkembangan teknologi dan mereka yang berada di pinggiran.

Untuk mengatasi kesenjangan sosial dalam ekonomi digital, diperlukan langkah-langkah strategis dari berbagai pihak. Pemerintah memiliki peran penting dalam memperluas infrastruktur digital ke seluruh pelosok negeri, termasuk wilayah terpencil. Selain itu, program peningkatan literasi digital perlu digalakkan untuk memberikan pelatihan kepada masyarakat agar mampu memanfaatkan teknologi dengan lebih efektif. Kolaborasi antara sektor swasta dan pemerintah juga diperlukan untuk menciptakan ekosistem ekonomi digital yang inklusif, di mana UMKM dan kelompok masyarakat rentan dapat diberdayakan.

Doom spending adalah fenomena ketika seseorang menghabiskan uang secara impulsif dan berlebihan, tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. Istilah ini menggambarkan perilaku belanja yang tidak rasional, dan sering kali didorong oleh emosi negatif seperti stres, kecemasan, atau ketakutan akan masa depan. Doom spending bisa menjadi berbahaya dan mengkhawatirkan karena dapat memperburuk situasi finansial seseorang.

Gen Z adalah istilah yang digunakan untuk menyebut generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Gen Z merupakan generasi pertama yang tumbuh di era digital dan internet, sehingga mereka sering disebut sebagai "digital natives"

Dengan mengatasi tantangan kesenjangan sosial, ekonomi digital memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan penggerak inklusi sosial dan pembangunan berkelanjutan. Teknologi harus menjadi alat yang memberdayakan semua lapisan masyarakat, bukan hanya menguntungkan segelintir pihak. Kesetaraan dalam akses dan manfaat ekonomi digital akan memastikan bahwa transformasi ini benar-benar membawa dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Fenomena Doom Spending dan Impulsif Buying yang di rasakan oleh Gen Z ini kian terus terjadi di saat perekonomian Indonesia masih 'jauh' dari kata stabil, pasalnya, Indonesia dalam beberapa bulan ini tengah mengalami tingkat Deflasi yang cukup tinggi, sebuah riset mengatakan sepanjang bulan Mei - November 2024, Perekonomian Indonesia mengalami penurunan pada masyarakat kelas menengah dan menengah kebawah, hal ini di prediksi akan terus terjadi sampai dengan Februari tahun 2025.

Faktor Faktor yang mempengaruhi turunya daya jual beli Masyarakat antara lain yaitu dengan tidak stabilnya situasi politik di Indonesia, Persaingan Ekonomi Global, dan juga meningkatnya para pelaku Usaha Menengah Kecil Mikro tanpa di imbangi oleh kenaikan upah ataupun pendapatan yang sepadan di masyarakat. Hal ini mengakibatkan banyak nya masyarakat enggan mengeluarkan banyak uangnya untuk keperluan keperluan properti, Aset dan Investasi mereka.

Mayoritas Generesi Z lebih cenderung menggunakan pengeluaran mereka yang sifatnya Reaction ataupun spontan, tujuanya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk keperluan Gaya Hidup yang mampu menunjang eksistensi mereka di lingkungan sosial.

Jika fenomena Doom Spending yang dilakukan oleh Gen Z ini tidak segera diminimalisir dan di cegah, tentu hal ini akan sangat mempengaruhi situasi ekonomi mereka di masa masa yang akan datang, jika Gen Z lebih mengutamakan kepentinganya untuk membeli gadget keluaran tahun terbaru ataupun barang barang yang sifatnya 'musiman', maka dapat dikatakan Gen Z nantinya akan kesulitan untuk memiliki barang barang properties, seperti, Tanah, Rumah, atapun juga Emas, karna barang barang yang memiliki nilai invetasi tersebut setiap waktunya akan terus meningkat dan naik secara drastis.

Fenomena ini harus segera dihentikan, karna situasi global yang kian tidak menentu memaksa kita untuk terus mencari alternatif dalam bertahan hidup.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun