Pendidikan dan pengetahuan merupakan hal yang terpenting untuk kita peroleh saat ini, bukan hanya bagi seorang calon imam saja. Seorang awam juga perlu memiliki pendidikan dan pengetahuan yang baik agar nantinya dapat bekerja sama dan berkolaborasi dalam menjalankan berbagai macam pelayanan.Â
Tentu saja pendidikan menjadi syarat mutlak jika ingin ditahbiskan menjadi seorang imam, perlu waktu 10 tahun sesingkat-singkatnya untuk menyelesaikan pendidikan calon imam.Â
Saat menjalani pendidikan, seorang calon imam tidak hanya dilihat berdasarkan kemampuan akademiknya saja. Sepintar apapun seorang calon imam, tetap saja mereka membutuhkan waktu yang sesingkat-singkatnya 10 tahun untuk menyelesaikan pendidikannya. Karena saat menjalani pendidikan tersebut seorang calon imam juga diperhatikan bagaimana kemampuan mereka berelasi, mengolah perasaan dan emosi, serta bagaimana mereka menyelesaikan masalah.
Memang kepintaran juga menjadi poin penting bagi seorang calon imam, karena nantinya mereka dituntut untuk mampu memahami berbagai macam persoalan yang bakal terjadi dan bagaimana mereka harus merespons hal tersebut.Â
Sejak di seminari menengah seorang calon imam juga dilatih dan dididik untuk tidak hanya sekedar pintar saja, namun juga dilatih untuk berpikir lebih kritis lagi. Selain itu seorang calon imam dibiasakan untuk membaca agar menambah pengetahuan mereka.
Mungkin di zaman dahulu kepintaran menjadi hal yang dianggap paling penting dan mutlak harus dimiliki seorang imam. Namun di zaman ini dimana semua hal sudah berkembang dan siapa saja juga memiliki kemampuan dan kepintaran yang luar biasa. Seorang imam di masa kini dan mendatang tidak cukup hanya mengandalkan kepintaran saja.
Dibutuhkan atribut-atribut pelengkap atau beberapa hal yang nantinya bisa mendukung mereka dalam berpastoral. Contohnya adalah kepekaan, mengapa seorang imam juga harus memiliki kepekaan?.Â
Seorang imam harus memiliki kepekaan sebab imam harus mampu dan dapat mengerti serta benar-benar memahami apa situasi yang terjadi di tempat mereka berkarya. Sehingga nantinya dalam mengambil sebuah keputusan benar-benar memutuskan berdasarkan apa yang sebenarnya dibutuhkan bukan berdasarkan apa yang diinginkan.
Zaman ini seorang imam merasa dirinya lebih berkuasa sehingga bersikap semaunya sendiri, serta menganggap orang lain itu tidak paham sesuatu karena merasa dirinyalah yang lebih memahaminya. Sehingga banyak imam saat ini sudah terlihat bagaikan seorang raja yang tugasnya hanya tinggal memerintah saja. Padahal seharusnya seorang imam itu melayani bagaikan seorang pelayan bukan malah meminta untuk dilayani. Padahal pada dasarnya seorang imam adalah seorang pelayan.
Sebab seperti apa yangit tertulis dalam injil Matius 20: 28 "sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.". Jika Yesus saja datang ke dunia untuk melayani lantas seorang imam juga harus berbuat demikian bukan malah sebaliknya. Maka dari itu Injil Matius ini bisa menjadi pedoman dan acuan bagi hidup seorang imam.
Maka dari itu seorang imam seharusnya lebih mau melayani bukannya ingin dilayani, meskipun mereka lebih pintar dari umatnya. Sebab seorang imam tidak bisa berkarya tanpa bantuan dari umatnya.Â
Selain itu tidak ada salahnya jika ada umatnya yang lebih pintar dari dirinya, hal itu seharusnya dijadikan kesempatan untuk belajar sesuatu yang baru karena tidak ada salahnya seorang imam itu belajar dari siapapun. Serta tidak ada salahnya untuk terus belajar selagi masih ada kesempatan, meskipun umur sudah tidak muda. Itulah alasan mengapa kepintaran saja tidak cukup bagi seorang calon imam dan seorang imam.
Bukan hanya kepekaan yang menjadi pelengkap bagi seorang imam dalam berpastoral, karena tidak cukup hanya berhenti di kepekaan saja. Seorang imam harus mengubah kepekaan tersebut menjadi sebuah aksi dalam bentuk kepedulian.Â
Sebab itu kepedulian juga menjadi hal yang penting untuk dimiliki seorang imam. Karena dalam berkarya nanti seorang imam pasti tidak sendirian dan tidak lepas dari banyak orang.Â
Jika seorang imam tidak peka dan peduli dengan keadaan di sekitarnya, maka seorang imam akan lebih mementingkan dirinya sendiri dan hanya memikirkan dirinya entah itu reputasinya, kebaikannya, dan hal yang lebih berfokus pada dirinya sendiri. Padahal seharusnya seorang imam lebih memikirkan kondisi di sekitarnya terlebih dahulu dan bisa menyesuaikan dirinya, sehingga karyanya nanti dapat lebih diterima oleh umatnya.
Kepekaan seorang imam terhadap suatu keprihatinan umatnya di sekitar diubah menjadi tindakan atau karya yang sesungguhnya dalam bentuk kepedulian seorang imam.Â
Karena semua kepekaan itu akan percuma dan sia-sia saja jika tidak ada tindak lanjutnya atau hanya berhenti pada keprihatinan saja. Seorang imam harus benar-benar paham dengan kondisi lingkungan tempat berkarya terlebih dahulu. Semua bakal sia-sia jika imam telah mewartakan Sabda dengan kata-kata yang indah, bagus, dan menarik, namun jika umatnya masih kesulitan untuk makan dan hidup sehari-hari.Â
Kepekaan terhadap hal-hal seperti ini yang dibutuhkan oleh seorang imam, sehingga dengan kepedulian sebagai tindak lanjutnya imam mampu menentukan tindakan tepat yang akan diambilnya. Maka dari itu kepekaan dan kepedulian merupakan suatu hal penting yang tidak dapat dipisahkan dan harus dimiliki seorang imam, agar tidak salah dalam mengambil keputusan dan menentukan kebijakan.
Seorang calon imam dan seorang imam juga harus mempunyai sikap yang baik terhadap siapa saja. Serta harus tahu bagaimana mengkondisikan diri mereka dalam berbagai keadaan. Sebab seorang imam sudah seperti seorang public figure di mata umat, sehingga setiap hal yang dilakukan olehnya akan selalu diperhatikan oleh umat.Â
Seorang imam harus mampu bersikap semestinya sesuai dengan kondisi tertentu, bukan berarti seorang imam bertopeng. Namun yang dimaksudkan ialah jika dalam keadaan sedih seorang imam harus bisa mengkondisikan bagaimana seharusnya dirinya bersikap. Bukan malah dirinya bergembira, karena tidak mau disebut bertopeng dan harus bersikap apa adanya.
Jika dalam menjalankan tugas perutusannya seorang imam hanya menggunakan kepintaran saja belum tentu tugas yang diberikan itu berhasil dan terlaksana dengan baik.Â
Apalagi jika dirinya ditugaskan dan dikirimkan ke dalam desa terpelosok, kepintaran akan sia-sia jika umatnya masih belum mampu untuk makan. Kepekaan, kepedulian, sikap yang baik itu beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang calon imam dan imam di masa kini dan mendatang. Itu semua harus dilengkapi dengan penyerahan diri setulus-tulusnya dan sepenuhnya serta dilandaskan oleh rasa cinta kasih.
Sehingga hal-hal yang telah disebutkan sebagai pelengkap dari kepintaran seorang calon imam dan seorang imam itu menjadi benar-benar lengkap dengan penyerahan diri seutuhnya dan sepenuhnya serta dilandasi rasa cinta kasih. Karena jika semua aspek tersebut telah dimiliki, namun semuanya tidak dilandasi oleh cinta kasih.Â
Maka semuanya juga akan sia-sia saja, karena mungkin nantinya tidak akan memperhatikan orang lain yang membutuhkan dan hanya berfokus pada reputasi dan nama baiknya sendiri. Cinta kasih menjadi potongan terakhir untuk melengkapi itu semua, dengan demikian seorang imam mampu menjalani tugas dan tanggung jawabnya sebagai imam dengan baik serta lebih berfokus untuk memberikan segalanya bagi pelayanannya bukan untuk dilayani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H