Kekalahan Ahok di Pilkada DKI membuat para pejabat pemerintah kecewa. Ahok yang merupakan pasangan Jokowi semasa masih menjadi Gubernur DKI diharapkan bisa melanjutkan posisi sebagai pembuat kebijakan di DKI.
Hal itu dilakukan untuk mengamankan beberapa proyek yang sudah dan akan ditandatangani Ahok. Keberadaan beberapa pengusaha di belakang Ahok yang dikenal dengan 9 naga tentu memiliki maksud tertentu. Apalagi kalau bukan tentang proyek
Namun secara mengejutkan hasil pemilu DKI menggugurkan prediksi kebanyakan orang. Prediksi dimana Ahok akan menang mudah karena mendapat limpahan dana yang tak terbatas dari para pengusaha yang berdiri dibelakangnya. Ditambah lagi dukungan dari penguasa tertinggi Negara dan intervensi dari lembaga-lembaga Negara yang ada.
Berdasarkan data yang dirilis KPU menyebutkan pasangan nomor 3 Anies-Sandi unggul dengan memperoleh 3.240.379 suara sedangkan pasanagan nomor urut 2 Ahok-Djarot memperoleh 2.351.438 suara ada selisih sebesar 888.941
Kemenangan yang wajib disyukuri dengan catatan tetap memperhatikan strategi lawan yang lain. Apa itu?
Bukan pengusaha jika tidak memiliki planning cadangan, bukan politisi jika hanya memiliki satu strategi. Kubu Ahok pasti sudah menyadari dan menyiapkan scenario jika seandainya Ahok kalah dalam pertempuran. Setidaknya ada 2 skenario utama yang akan dilakukan oleh seluruh pendukung Ahok. Yang pertama menyelamatkan Ahok dari hukuman dan yang kedua mengamankan proyek. Namun hanya poin pertama yang akan dibahas.
Yang pertama menyelamatkan Ahok dari jeratan hukum. Kalau tidak dapat daging setidaknya dapat telor, begitulah kira-kira kalau mahasiswa makan. Kalau Ahok tidak menjadi gubernur setidaknya Ahok tidak di penjara.
Pertanyaannya untuk menjalankan misi pertama ini apakah sulit? Ternyata tidak. Lebih mudah menyelamatkan Ahok dari penjara dari pada menjadikan Ahok gubernur. Untuk menyelamatkan Ahok dari penjara hanya butuh beberapa orang yang dijinakan, sedangkan untuk menjadikan Ahok gubernur butuh menjinakan seluruh warga Jakarta atau separuh plus satu dari seluruh peserta pemilihan kepala daerah.
Untuk menjinakan beberapa orang ini kebetulan sudah ada. Siapa? Begini cara main mereka.
Salah satu aparatur hukum di negara kita adalah kejaksaan. Kejaksaan adalah satu-satunya lembaga negara yang berwenang mewakili negara menuntut warga negara didepan sidang pengadilan untuk dijatuhi hukuman sesuai yang dilanggar oleh seorang terdakwa.
Ahok beruntung lembaga Negara sekelas kejaksaan sudah dimasuki orangnya. Jaksa Agung sebagai pemimpin Kejaksaan merupakan kader Partai Nasdem yang menjadi garda terdepan dalam mendukung Ahok di Pilkada DKI. Anak buah Surya Paloh tersebut tentu sangat bisa memerintahkan bawahannya untuk membuat tuntutan sesuai pesanan.
Hal itu terbukti terjadi, Jaksa Penuntut Umum hanya menuntut Ahok satu tahun penjara.
"Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama terbukti bersalah menyatakan perasaan kebencian,"
"Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun," ujar jaksa. Demilian yang ditulis oleh detik.com
Indikasi intervensi kejaksaan sebenarnya sudah mulai kuat ketika agenda sidang pembacaan tuntutan di tunda. Pada saat itu (selasa, 11 april 2017) Jaksa beralasan materi tuntutan yang akan dibacakan belum rampung. Dan disaat yang bersamaan Kapolda Metro Jaya meminta pengadilan menunda sidang pembacaan tuntutan. Ada semacam kesepakatan dari sesama institusi negara untuk menyeting tuntutan yang akan di bacakan di peersidangan.Â
Padahal dalam pasal 156 menyebutkan barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
Lantas dari mana Jaksa Penuntut Umum mendapat angka 1 tahun di tambah masa percobaan 2 tahun jika bukan merupakan kompromistik antara kepentingan politik dengan sang penguasa. Jelas ada intervensi yang di duga kuat berasal dari Jaksa Agung yang merupakan anak buah Surya Paloh. Jaksa bukan lagi berperan sebagai pengacara negara, melainkan sebagai pembela Ahok. Panjangnya persidangan yang sudah berjalan 19 kali seakan tidak ada hasilnya karena kinerja kejaksaan yang disusupi oleh politisi partai.Â
Mau dibawa kemana negeri ini, ketika hukum dipermainkan oleh aparat penegak hukum dan penguasa. Mau sampai kapan keadilan hanya milik mereka para penguasa dan orang kaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H