Masih ingat Presiden RI ke 4? Iya itu dia sang begawan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Presiden yang penuh kelakar dan mendapat banyak julukan karena jasa besarnya bagi perkembangan pluralisme, toleransi, dan kebhinekaan. Salah satu kata Gus Dur yang fenomonal adalah menyebut para anggota DPR seperti anak anak TK.
Komentar Gus Dur kala itu “Beda DPR dengan taman kanak-kanak memang tidak jelas” seperti terjadi di masa sekarang. Disaat pemerintah dengan pos-pos kementrianya menunjukan semangat kerja yang tinggi justru anggota DPR kita yang berleha-leha bersandar di sofa empuk gedung parlemen. Semangat kerja pemerintahan Jokowi tidak dibarengi dengan kualitas para penjaga pos kementrian sehingga sering kali menabrak rambu-rambu aturan yang berlaku dalam konstitusi kita. Salah satu yang kerap menabrak aturan adalah mentri dalam negeri Tjahjo Kumolo.
Tjahjo Kumolo bertindak sebagai pemerintah membawa draft RUU Pemilu yang diajukan ke DPR supaya disahkan menjadi Undang-Undang. Dalam RUU tersebut diatur masalah presidential threshold dimana nanti setiap parpol harus mencapai ambang batas tertentu jika ingin mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Padahal sebelumnya Tjahjo Kumolo seperti di kutip dari laman resmi kemendagri bahwa tujuan RUU pemilu adalah untuk mewujudkan pemilu yang adil dan berpegang pada aspirasi masyarakat. Tapi faktanya dalam RUU pemilu tersebut sangat tidak adil dan sama sekali tidak berpegang pada aspirasi masyarakat, salah satunya menentukan adanya ambang batas dimana hal ini bertentangan dengan putusan MK dimana MK sudah memutuskan bahwa pemilu diadakan serentak.
Aturan ambang batas dalam pemilu merupakan pemikiran bid’ah yang mengada-ada dari mendagri Tjahjo Kumolo. Sudah jelas pemilu diadakan serentak kok ya masih memaksakan ambang batas yang sudah tidak relevan lagi. Anehnya pemikiran bid’ah dan sesat seperti ii kok DPR malah ikut-ikutan terpancing dan mengusulkan ambang batas semaunya dengan mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi. DPR harusnya menjadi garda terdepan dalam menasihati pemerintah jika pemerintah melakukan kesalahan, kan DPR wakil rakyat. Jadi rakyat mengangkat seorang wakil alias seorang jongos yang digaji oleh rakyat untuk duduk di parlemen dengan harapan bisa memperjuangkan aspirasi rakyat.
DPR haarus bisa mengingatkan pemerintah agar aturan yang dibahas dibangun secara fair dan adil bagi semua kekuatan politik yang ada. Aturan ambang batas hanya keinginan suatu kelompok. Namun karena satu kelompok ini besar jadi bisa memaksa parpol kecil untuk ikut menyetujui aturan ambang batas dalam RUU Pemilu.
Jika DPR serius memperjuangkan nasib rakyat, jika DPR tidak seperti anak TK maka harus membuktikan keberanian dengan menolak aturan ambang batas. Menurut putusan MK dimana pemilu diadakan serentak maka setiap partai politik boleh mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden dalam pemilu 2019 tanpa adanya syarat berapa persen perwakilan yang duduk di badan legislatif. Tapi jika DPR masih seperti anak TK maka mereka mendukung usulan pemerintah atau dengan menentukan ambang batas seenaknya sendiri mulai dari 3 % sampai 20% yang sudah jelas-jelas melanggar putusan Mahkamah Konstitusi, yah kita lihat saja kedepanya, apakah anggota DPR kita sudah dewasa atau masih taman kanak-kanak?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H