Mohon tunggu...
Mahesa Bayu Suryosubroto
Mahesa Bayu Suryosubroto Mohon Tunggu... Seniman - Blogger

https://republiksinium.blogspot.com comic web ongoing ilustrator investigation

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hala Tebing Lereng Berikutnya

23 Oktober 2024   17:10 Diperbarui: 24 Oktober 2024   07:39 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kerangka Pendekatan Asumsi sindrom trading rupiah dan ekonomi strata jayakarta dan batas jakarta/dokpri

Hala Tebing Lereng Berikutnya

Keramaian juga atur arti keramaian Istimewa, relatif kemudian menjadi bagian istimewa ialah hidup, juga kebencian rasanya sedekat berseberangan dengan istimewa. 

Tapi jarak rasa dari siapalah peran hidup, para manusia, ingin istimewa seolah daulat tentang apalah asumsi cerita ini terdekat dengan siapa kita manusia.

Gembira rasa cinta membuatnya ingin lalu juganya tingkatkan tinggi pundak atau posisi tingkatkan pundak seolah tebing. Tetapi maka juga tebing jarak tebing di hormati beda satu sama lain walaupun diantara, dasarnya pengertian ialah bentangan lereng diantara lereng jarak itu sedakat paham ialah proses manusia merenungkan atur hidupnya diatur keramaian apalah.

Hingga cuaca keramaian, lalu, sedekat aku lahir tidak mengira lahir larangan, jika dari panas atau bara api dimana matahari, maka tebing-tebing batas tebing itulah rahasia hala tebing lereng berikutnya, lalu apakah hidup cukup.

Diatur juganya hidup batas, diseberang cukup, lalu aku lahir diatur dimana tebing sedekat tebing yang mana bertanya diantara keramaian rasa gembira menjadi manusia dengan jarak lereng lereng pemikiran mereka dan diriku berwariskan rahasia lain dari keramaian mengaku mereka orang Indonesia.

Panas bara api, panas cuaca negeri di bawah awan lalu keramaian pikiran kabut mereka, atau rasanya kelabu abu-abu, tapi sombong rasa keramaian mereka.

Panas bara api, matahari juga kabut dirias abu-abu dihampas angin dimana sementara tebing-tebing misteri hidupku lahir rahasia di, atur, istimewa keramaian apalah identitas arti kriteria yang syarat bercerita tentang bara api kisah, dari hampas abu-abu yang radiannya debu-debu, berkas pagi dengan abu rokok juga, ialah anak sekolah yang kemarin sd pindah dari jogja ke bandung padahal lahir di sedekat mendarat peran kriminalsiniumsiology arti istimewa keramaian musibah hidupku. Oh Jakarta…,

Keramaian korek di putar-putar, kriteria lintas kriteria bukan rokok tapi permen karet, jenuh mulai pahit rasa juga, korek bagai jayakarta atau jakarta bagai berulang ingat kuputar-putar di jelasakan sejarah, flip flick sindrom tapi kubiarkan kutulis dalam jurnal, bagaikan jurnal tertulis dalam sejarah, flip flick ideal seolah diputar tujuan mengapa dari jayakarta menjadi keramaian jakarta.

 Flip flick itulah juga sedekat flip flick jemari tanganku, rasa mabuk menjadi peran terlanjur lahir di himpunan remaja calon sepundak keramaian kriminalsiniumsiology terlahir baru  tebing hormatnya, belum sadar musibah semakin kelabu menjadi musibah makin suku katakan kosakata, biarkan rahasia hilang dan berikan aku kebebasan bernafas, masih sibuk dimana flick flip, tuas masih objektif memompa jaga darahku menelan heroin demi musnahkan  hala rahasia. “Oh Anjing ini baru enak!” dia lupa kemarin tertidur  pertama kalinya bentangkan rasa bebas jadi mekanisme, lapang luas dari hala-hala bernafasnya, jaga dirinya melihat flick-flip setelah geletak tebing sadarnya, merayap mabuk flick-flip jatuh geletak, jarum suntik lintas diantara waktu atau lintas dibiarkan tertidur mensuntik heroin setelah hala atau hulu heroin merasuki dirinya, di ambil alih bentangan lain atur hidup seolah ada yang lebih indah setelah tebing tinggi itu.

Aku terbangun selalu di batas, selalu dibatas solarium beda dimana angkasa menatap bumi dengan rasa kesal rahasia apa hidup belum sadarkan diriku dari masalalu, sedekat masih planet lain. Rasa oh sedekat bila angkasa atau di luar tebing bumi, rasa oh lereng-lereng, juga oh jarak tebing, wahai oh tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun