Nama : Maheradea Kusuma Wardhani
NIM : 222111240
Kelas : 5F HES
Kasus
Kasus PT. Tamasia Global Sharia menjadi perhatian publik sejak awal tahun 2023 karena perubahan mendasar dalam model bisnisnya. Perusahaan yang awalnya menawarkan investasi emas digital beralih ke sistem jual-beli emas fisik tanpa memberikan kejelasan dan transparansi kepada nasabah. Perubahan ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan nasabah, yang terpaksa menjual emas di bawah harga pasar. Situasi ini memunculkan pertanyaan mengenai kepatuhan perusahaan terhadap prinsip-prinsip syariah dan regulasi yang berlaku. Analisis ini akan membahas kaidah-kaidah hukum, norma-norma, dan aturan-aturan yang relevan, serta perspektif dari aliran positivisme hukum dan sociological jurisprudence terkait implikasi kasus ini terhadap investasi berbasis syariah.
Kaidah Hukum
Dalam konteks hukum ekonomi syariah, kasus ini melibatkan beberapa kaidah hukum yang relevan. Pertama, terdapat kaidah amanah yang mewajibkan perusahaan untuk menjaga kepercayaan nasabah dengan cara yang transparan dan adil. PT Tamasia dianggap melanggar kaidah ini, terutama karena melakukan perubahan tanpa persetujuan nasabah dan tidak memberikan informasi yang cukup mengenai dampak dari perubahan tersebut. Kedua, kaidah larangan gharar (ketidakpastian) yang muncul akibat perubahan mendadak ini menciptakan risiko bagi nasabah yang tidak memiliki kepastian mengenai status kepemilikan emas digital mereka, hal ini bertentangan dengan prinsip syariah yang menuntut adanya kejelasan dalam transaksi. Â Ketiga, kaidah ijab qabul menuntut adanya akad yang jelas dalam setiap transaksi. Perubahan yang dilakukan oleh PT Tamasia tidak didasarkan pada kesepakatan yang transparan antara perusahaan dan nasabah.
Norma Hukum
Dari segi norma hukum, prinsip keadilan dalam transaksi dan norma keterbukaan menjadi perhatian utama. Hukum syariah menekankan bahwa setiap transaksi harus dilakukan dengan adil, dan norma keterbukaan menuntut agar perubahan dalam hubungan kontraktual disampaikan secara jelas kepada semua pihak yang terlibat. Dalam hal ini, PT Tamasia tampak melanggar norma-norma tersebut, mengingat banyak nasabah yang merasa dirugikan dan tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai perubahan yang dilakukan.
Aturan-aturan Hukum
Aturan hukum yang relevan meliputi Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang mekanisme jual beli emas secara tidak tunai (jual beli dengan cara berjangka), yang menyatakan bahwa transaksi emas dalam sistem syariah harus jelas terkait kepemilikan, kepastian penyerahan barang (emas), dan harus bebas dari unsur spekulasi atau ketidakpastian (gharar). Selain itu, regulasi dari Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) juga menjadi faktor penting, karena PT Tamasia tidak memiliki izin resmi untuk menjalankan perdagangan emas digital. Ketidakpatuhan ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak hanya melanggar prinsip-prinsip syariah, tetapi juga hukum positif yang berlaku di Indonesia. Selain itu, UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mengatur tata cara operasional lembaga keuangan syariah, menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah dalam setiap transaksi.
Pandangan Aliran Positivism Hukum
Dari sudut pandang positivisme hukum, yang berfokus pada penerapan hukum tertulis dan formal. Positivisme menekankan bahwa hukum adalah seperangkat aturan yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, dan pelanggaran terhadap aturan tersebut harus dihadapi dengan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku. Dalam konteks kasus PT Tamasia, jika perusahaan terbukti melanggar fatwa DSN-MUI atau peraturan dari Bappebti, maka harus ada tindakan hukum yang tegas terhadap mereka. Pendekatan ini menekankan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi yang ada tanpa mempertimbangkan konteks sosial atau dampak tindakan tersebut terhadap masyarakat.
Pandangan Aliran Sociological Jurisprudence
Sebaliknya, sociological jurisprudence melihat hukum sebagai fenomena sosial yang tidak dapat dipisahkan dari konteks masyarakat di mana hukum itu diterapkan. Pendekatan ini berfokus pada bagaimana hukum berfungsi dalam praktik dan dampaknya terhadap kehidupan sosial. Dalam kasus PT Tamasia, tindakan perusahaan yang merugikan nasabah dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan syariah secara keseluruhan. Dengan demikian, pendekatan ini mungkin mendorong perlunya reformasi hukum yang lebih responsif untuk melindungi nasabah dan memastikan keadilan serta transparansi dalam investasi syariah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI