Setiap orang, memilki tujuan dalam hidupnya, namun ada pengecualian untuk beberapa orang yang kurang beruntung, terbawa suasana di lingkungan sekitarnya sehingga "tersesat" dan sampai akhir hayatnya tidak keluar dari kegelapan tersebut.
Ketika kita memiliki tujuan atau pandangan dalam hidup, tentunya kita juga mau berbagi pandangan dengan sesama kita. Pandagan ini dapat dibagikan dengan komunikasi melalui media berbicara secara langsung, atau dengan tulisan.
Media yang pertama adalah dengan berbicara langsung kepada pendengar baik itu hanya empat mata saja, atau bahkan dalam bentuk pidato seperti yang sering kita baca, bagaimana Bung Tomo memimpin arek arek Suroboyo dalam menentang Belanda saat itu. Media ini sangat efektif, karena pesan yang di sampaikan kurang lebih 90% diterima dan dipahami oleh sang pendengar. Namun di sisi lain media ini memiliki kelemahan, yaitu keterbatasan sang pembicara baik itu keterbatasan waktu, media (tidak bisa hadir di beberapa tempat sekaligus), dan tenaga yang dimiliki.
Media tulisan dapat kita gunakan untuk menyebarkan pandangan kita, terutama di masa kolonial dulu. Para kaum terpelajar di Hindia saat itu berbagi semangat menentang penjajah dengan media cetak. Banyak nama media cetak yang muncul saat itu di antaranya, Medan Prijaji (1907), Asia Raya (Jakarta, 1942) Jawa Pos dan sebaginya.
Pada saat itu media ini sangat efesien dan efektif dalam menjangkau pembacanya yang ada di seluruh nusantara. Namun media tulisan ini memiiki kelemahan yaitu, tulisan yang sama namun memunculkan persepsi yang berbeda-beda. Sehinggan pesan yang dimaksud kadang-kadang tidak ter-deliver.
Beruntunglah kita berada di abad ke-21. Kita dapat menyampaikan pandangan hidup kita dengan lebih mudah. Media tulisan dan media berbicara secara langsung di padu dengan media Internet membuat segalanya lebih mudah. Kita hanya butuh sekali berbicara, dan hasil pembicaraan kita itu direkam dan disebarluaskan sebanyak mungkin.
Jika para pendengar mulai lupa, pendengar dapat memutar ulang berkali-kali sampai kita memahaminya. Apalagi di saat ini dengan dukungan kemudahan dalam memiliki koneksi Internet, sehingga mendukung perkembangan penggunaan aplikasi Youtube, banyak podcast-podcast yang bisa kita temui.
Bahkan kadang terlalu banyak, sampai kita bingung opini mana yang sebenarnya harus kita dengarkan. Ketika di masa lalu adalah yang menjadi masalah utama adalah "media apa yang harus kita gunakan untuk menyampaikan padangan kita?". Saat ini ketika masalah tersebut dapat diatasi, muncul masalah baru, seberapa akurat hal yang kita sampaikan itu?. Jangan lupa setiap manusia lebih ingin di dengar dari pada mendengar. Contonya para wakil kita di gedung DPR. Jadi masalah utamanya saat ini adalah 'Siapa sesunggunya yang harus kita dengar?'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H