Selama bertahun-tahun, Rusia telah menjadi pemasok utama bagi gas dan minyak bumi di negara-negara kawasan Eropa, terutama Jerman yang memasok 55% gas dan minyak untuk kebutuhan negaranya dari Rusia. Semenjak terjadinya serangan yang dilakukan oleh Rusia terhadap Ukraina pada 24 Februari 2022 yang lalu, ketegangan meningkat. Negara-negara di Eropa menerapkan sanksi atau penalti dalam bentuk politik maupun ekonomi kepada Rusia atas serangan militernya tersebut. Tentu saja sanksi tersebut mengancam kerjasama yang telah dibina bertahun-tahun.
Setelah sanksi ekonomi dijatuhkan kepada Rusia, tindakan diambil oleh Putin. Kremlin menetapkan peraturan bahwa semua transaksi komoditas Rusia yang diekspor harus menggunakan Rubel sebagai alat pembayaran yang sah. Keputusan ini menuai respon yang beragam, terutama pada negara-negara di Eropa yang mengimpor gas dan minyak bumi dari Rusia. Putin mengambil kebijakan ini sebagai balas dendam atas penalti ekonomi yang dijatuhkan kepada Rusia akibat serangan ke Ukraina. Dia menganggap bahwa negara-negara yang memberikan sanksi ekonomi ke Rusia itu memiliki niat untuk menghancurkan perekonomian Rusia, namun dengan peraturan ini yang terjadi malah sebaliknya. Efek dari kebijakan tersebut adalah menguatnya nilai mata uang Rusia terhadap dollar. Sedangkan kebijakan tersebut berdampak sebaliknya ke Eropa. Harga bahan bakar dan gas melonjak tinggi.
Permasalahan mengenai ekspor gas dan minyak ini tidak berhenti di situ. Putin telah menutup akses pipa Nord Stream 1 dan 2 yang mengalir ke Jerman. Nord Stream adalah pipa bawah laut Baltik yang mengalirkan gas bumi dari Rusia ke Jerman sebanyak maksimum 170 meter kubik per harinya. Pipa ini dimiliki oleh perusahaan milik negara yang bernama Gazprom. Awalnya, terjadi kebocoran gas dari pipa tersebut yang ditandai oleh munculnya tiga titik buih di laut Denmark dan Swedia. Perusahaan Gazprom harus menutup kedua pipa tersebut untuk kepentingan perbaikan. Muncul adanya spekulasi sabotase kebocoran pipa tersebut. Rusia percaya bahwa Amerika Serikat merupakan dalang dibalik kebocoran pipa Nord Stream 1 tersebut. Sedangkan Uni Eropa dan Amerika Serikat secara tidak langsung menuduh bahwa Rusia lah yang melakukan sabotase.
Setelah kebocoran terjadi, Rusia secara drastis mengurangi jumlah pasokan gas yang dikirim ke Jerman sebanyak 75%, dari 170 meter kubik menjadi 40 meter kubik dalam sehari. Di bulan Agustus 2022, Rusia kemudian menutup total aliran pipa tersebut dengan alasan perbaikan. Gazprom menyatakan bahwa Rusia tidak akan membuka aliran Nord Stream sampai waktu yang belum ditentukan. Keputusan tersebut diakibatkan oleh sanksi ekonomi yang dijatuhkan oleh negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat, sehingga menghambat proses pemeliharaan dan perbaikan pipa Nord Stream. Jerman menanggapi penutupan pipa gas tersebut dengan respon negatif. Menganggap bahwa yang dilakukan oleh Rusia merupakan sebuah senjata untuk melakukan balas dendam atas sanksi ekonomi yang diberikan oleh Eropa.
Terjadinya penutupan pipa ini menyebabkan naiknya harga bahan bakar secara drastis. Secara keseluruhan, Rusia telah memotong pasokan gas ke Eropa sebanyak 88% daripada tahun sebelumnya. Tindakan tersebut berakibat pada naiknya harga bahan bakar sebanyak 210%. Peningkatan ini terjadi dengan sangat cepat dan efeknya sangat besar hingga mampu mengubah perekonomian dan pemetaan energi di Eropa.Â
Uni Eropa merencanakan untuk tidak lagi menggunakan dan bergantung pada bahan bakar tidak terbarukan yang diimpor dari Rusia dan memilih untuk memproduksi kendaraan listrik sebagai salah satu alternatif untuk menghadapi langkanya bahan bakar minyak di Eropa. Selain itu, setelah pemutusan aliran gas tersebut, Norwegia menjadi salah satu negara terbesar dan utama dalam memasok gas alam dan minyak bumi ke negara-negara di Uni Eropa.
Akibat keputusan Putin tersebut, negara-negara di Eropa terancam akan mengalami resesi pada musim dingin karena inflasi yang meningkat. Harga bahan makanan, bahan bakar, dan perabotan harganya melambung tinggi. Di Eropa, gas digunakan sebagai bahan bakar untuk listrik dan pemanas. Pemutusan listrik total selama musim dingin akan menyebabkan kelumpuhan industri. Banyak industri manufaktur yang memerlukan listrik sebagai bahan bakar dalam produksi. Pabrik-pabrik ini tidak bisa beralih bahan bakar dalam waktu yang singkat. Banyak orang yang mencari alternatif bahan bakar yang menyebabkan peningkatan harga batu bara. Dalam jangka waktu yang panjang, jika Rusia tidak akan membuka pipa gas dan minyak tersebut maka dapat dipastikan industri-industri yang mengkonsumsi listrik dalam jumlah besar pasti tidak dapat bertahan.
Rusia memiliki peran dan kontribusi yang begitu besar terhadap krisis energi yang terjadi di Eropa. Naiknya harga minyak bumi dan gas alam tersebut telah memberikan dampak yang cukup signifikan juga untuk negara-negara di dunia. Dapat dilihat melalui kebijakan luar negeri yang diambil oleh Rusia dan juga respon yang diberikan oleh Eropa bahwa hubungan antara keduanya tidak akan membaik dalam waktu dekat dan Eropa akan berjuang dalam kondisi yang dingin dan gelap selama musim dingin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H