Alasan lain yg sangat sangat umum adalah masyarakat muda tidak ingin pekerjaan yg mereka anggap rendahan, sebagai contoh bertani. Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa proporsi petani Indonesia yang berasal dari kalangan anak muda, terutama milenial, sangatlah sedikit. Data yang disampaikan menunjukkan bahwa sebanyak 71 persen petani di Indonesia berusia 45 tahun ke atas, sementara hanya 29 persen yang berusia di bawah 45 tahun. Pernyataan tersebut menunjukkan adanya kesenjangan generasi dalam sektor pertanian di Indonesia. Proporsi yang lebih tinggi dari petani yang berusia di atas 45 tahun menunjukkan dominasi generasi yang lebih tua dalam bidang ini. Sebaliknya, partisipasi generasi muda dalam pertanian, terutama milenial, terbilang rendah.
Faktor-faktor seperti urbanisasi, pergeseran minat karier, kurangnya akses ke modal dan teknologi, serta persepsi negatif terhadap pertanian salah satu penyebab rendahnya minat anak muda untuk terlibat dalam sektor ini. Djono Albar Burhan, seorang petani milenial, mengemukakan salah satu alasan mengapa anak muda enggan menjadi petani adalah karena adanya faktor gengsi. Menurutnya, sebagai seorang petani, masih ada pandangan bahwa pekerjaan tersebut melibatkan bekerja di sawah sepanjang hari dengan terpapar sinar matahari, yang berbeda dengan bekerja di kantor.
Pendapat Djono Albar Burhan mencerminkan persepsi negatif yang mungkin ada di kalangan anak muda terkait profesi petani. Beberapa faktor seperti kurangnya pengetahuan tentang potensi dan manfaat pertanian modern, persepsi rendah terhadap status sosial pekerjaan, serta ketidakpastian ekonomi dalam sektor pertanian dapat menjadi alasan di balik gengsi tersebut. Karena itulah mengapa kita sebagai generasi muda harus membuang sifat gengsi ini. (Sutianto & Fitriyani, 2021)
Tingkat kehamilan diluar pernikahan pada usia remaja juga dapat menjadi sebuah ancaman bagi bonus demografi di Indonesia, karena dengan tingginya angka kehamilan maka semakin banyak penduduk yang tergolong usia produktif terpaksa bekerja dengan skill minim, karena waktu yang seharusnya dapat digunakan oleh mereka untuk bersekolah atau mencoba hal baru (soft skill & hard skill) yang mengakibatkan mereka kesusahan dalam perekonomian. Sejak tahun 2022 Pengadilan Tinggi Agama Semarang Jawa Tengah mencatat ada 11.392 kasus dispensasi nikah. Hamil diluar nikah adalah satu-satunya alasan yang paling signifikan. (Huda, 2023). Dimana dengan kebutuhan yang tinggi dan gaji yang minim, karena kurangnya skill, ini dapat membuat angka kemiskinan di Indonesia meroket terutama bagi yang masih beranggapan bahwa pendidikan tidak terlalu penting yang penting bekerja.
Disusun oleh :
M. Adrian Khalid - 202210180311054
Mahendra Tri P.P – 202210180311070
PRODI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H