Mohon tunggu...
Mahendra Tio Pamuktiarsa
Mahendra Tio Pamuktiarsa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Money

Underpaid dan Overworked: Suatu Eksploitasi dalam Dunia Magang Startup

19 Desember 2021   14:56 Diperbarui: 19 Desember 2021   15:05 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu lalu, masyarakat sempat digemparkan dengan viralnya unggahan tangkapan layar dari akun twitter @taktekbum. Dalam tangkapan layar tersebut, terlihat seorang pemagang menyampaikan keluh kesahnya bahwasanya perusahaan startup tempatnya magang memberikan target kerja seperti karyawan penuh waktu (full-time).

Dengan beban kerja yang sama seperti karyawan tetap, pemagang hanya dibayar Rp100 ribu perbulan. Mirisnya lagi, pemagang yang tidak kuat dengan mekanisme kerja yang diterapkan, tidak dapat langsung melakukan pengunduran diri. Hal ini disebabkan karena perusahaan telah mematok denda sebesar Rp500 ribu untuk pemagang yang mengajukan resign sebelum kontrak atau masa magangnya habis/selesai.

Dari sisi internal perusahaan, insiden seperti ini dapat terjadi lantaran perusahaan startup yang sumber pendanaanya berasal dari venture capital (VC) harus menyajikan arus kas yang menarik bagi pemodal. Salah satu upaya yang dilakukan perusahaan startup diantaranya dengan mengurangi beban operasional perusahaan. Langkah pengurangan beban operasional ini disinyalir dapat dilakukan dengan cara yang kurang etis, yakni menggunakan pemagang sebagai langkah untuk meminimialisir tenaga kerja tetap atau waktu penuh (full-time) yang memiliki kos tinggi. Namun, penggunaan pemagang ini justru menjadikan masalah baru. Perusahaan startup menjadi ketergantungan dengan adanya pekerja magang. Salah satu dampaknya, semua pekerjaan atau jobdesc yang seharusnya dilakukan oleh pegawai tetap atau waktu penuh justru dikerjakan oleh pemagang.

Dari sisi eksternal, adanya dorongan kebijakan kampus yang mewajibkan mahasiswa untuk melaksanakan magang sebagai syarat untuk mengambil skripsi atau memenuhi kredit semester menjadi peluang untuk melancarkan praktik ini. Hal ini disebabkan karena banyak mahasiswa yang ingin melakukan magang, disamping itu hanya sedikit perusahaan yang mau menerima pemagang. Dengan kondisi yang seperti ini, perusahaan tidak akan kekurangan kebutuhan sumber daya. Sumber daya ini akan terus berganti tiap tahunnya.

Belum lagi apabila dilihat dari sudut pandang hukum, praktik-praktik seperti itu belum diatur dalam aturan ketenagakerjaan. Sehingga perusahaan masih memiliki celah dalam menyalahgunakan program magang guna mendapatkan tenaga kerja murah dan bahkan dalam beberapa kasus mengarah pada perbudakan modern.

Berdasarkan hukum yang berlaku (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2020), untuk memperoleh perlindungan terhadap kegiatan magang, pemagang dan perusahaan harus melakukan penandatanganan surat perjanjian pemagangan yang disahkan oleh Dinas Ketenagakerjaan di daerah setempat. Berdasarkan perjanjian tersebut, Dinas Ketenagakerjaan dapat melakukan pengawasan terkait pelaksanaan hak dan kewajiban dalam program magang.

Tapi, sayangnya pengawasan program magang pada perusahaan start-up nyaris tidak ada. Dinas Ketenagakerjaan setempat cenderung hanya bisa melakukan pengawasan program magang yang dilakukan resmi oleh unit pelatihan kerja perusahaan yang terdaftar seperti di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau perusahaan besar lainnya,

Melihat fenomena seperti itu, saya yakin masih banyak masyarakat ataupun mahasiswa yang kurang menyadari terkait pola-pola seperti ini. Apalagi hal-hal seperti ini dapat dengan mudah disamarkan melaui employer branding yang dilakukan oleh perusahaan startup melalui berbagai media seperti Instagram, Tiktok dan lain sebagainya.

Oleh sebab itu, sebelum memutuskan untuk melaksanakan program magang, pemagang harus teliti dengan perjanjian atau kontrak yang ada pada perusahaan. Pemagang juga harus pandai dalam memilih perusahaan tempat magang. Masih banyak juga perusahaan yang memperlakukan pekerja magang dengan baik dan etis.

Sumber Referensi: The Conversation, Economica, dan sumber artikel lain yang relevan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun