Sudah kuingatkan jangan kau ikuti bisikan ibu suri. Keinginannya tuk bangkitkan kerajaan yang tlah lama mati. Tak kau lihatkah ombak yang bergulung. Siap melumat pantai tempat kau bernaung.
Coba kau tajamkan telinga pada celoteh mereka. Tentang apa yang mengusik jiwa. Tentang resah yang mengoyak dada. Tentang kegalauan akan masa depan anak-anak bangsa.
Tak ingatkah kau pada cerita sang raja kejam Rahwana. Tentang kerajaan terkuat yang dibangun tiga puluhan tahun lamanya. Runtuh oleh Sri Rama. Kala amarah memicu tiwikrama.
Wahai sang wakil keadilan tempat mengadu segala padu. Gunakan timbangan keadilanmu tanpa ragu. Pada tanganmu semua mata tertuju. Menunggu sebuah asa dari kearifan di lubuk kalbu.
Suara-suara itu nyata. Walaupun coba kau anggap bayangan semata. Sekuat apa kau kerahkan tenaga. Tak mungkin kau redam itu semua.
Jangan tunggu suaraku bertiwikrama. Menjadi suara-suara raksasa yang siap melibas dan memporakporanda. Karena itu pertanda tlah sampai sabarku diujung batasnya.
Merawat dendam angkara
Hanya membuat kita terjatuh ke jurang nestapa
Bergegaslah
Jangan tunggu suaraku bertiwikrama
catatan:Â
Tiwikrama : berubah menjadi raksasa. Dalam dunia pewayangan merupakan perwujudan dari titisan batara wisnu pada saat kemarahannya memuncak.