Kemarin saat saya ke warung di ujung gang dekat aula warga kebetulan melewati sebuah rumah. Disana saya melihat seorang tetangga sedang asyik mengobrol dengan isterinya. Sebut saja namanya Pak Tukiman dan Mbak Mia isterinya.
Mungkin pembaca ada yang bertanya mengapa saya memanggilnya dengan panggilan Mbak. Hampir semua orang di tempat kami memang biasa memanggilnya begitu. Karena perbedaan usia keduanya memang cukup jauh. Jika ada orang yang belum mengenalnya pasti akan menyangka bahwa Mbak Mia itu adalah anaknya.
"Pak." Mbak Mia kulihat menepuk bahu Pak Tukiman.
"Hmm. Ada apa?" Tanyanya.
"Kemarin aku lihat Bu Junaidi baru membeli oven panggang. Itu lho, oven yang ditaruh di atas kompor untuk membuat kue. Katanya mau mencoba buat, untuk dijual lagi." Mbak Mia berhenti sejenak untuk melihat reaksi suaminya. "Kayak enak saja kue bikinannya." Cibirnya.
Pak Tukiman masih diam tak berkomentar.
"Pak. Pak. Bagaimana kalau aku juga dibelikan oven tapi yang pake listrik. Biar nggak kalah sama dia. Nanti aku juga mau jualan kue. Buatanku pasti lebih enak jadinya. Gimana Pak?"
"Owalah. Yang. Yang. Kamu masak tempe aja sering keasinan apalagi bikin kue nanti malah jadi tertawaan tetangga"
Mbak Mia kulihat merajuk ia mencubit lengan suaminya. Hampir saja tawaku lepas mendengarnya. Bisa berabe nanti ketahuan menguping pembicaraan orang.
Di kehidupan sehari-hari rasanya kita sering mendapati hal seperti ini. Kita sering merasa iri dengan apa yang dimiliki orang lain. Sehingga ingin memiliki tanpa mengukur apakah sesuai dengan kemampuan kita.
Malamnya saat saya sedang duduk di pos jaga satpam kebetulan Pak Budi datang. Lumayan jadi ada tambahan teman mengobrol selain si pak satpam pikir saya.