Mohon tunggu...
Mahendra Paripurna
Mahendra Paripurna Mohon Tunggu... Administrasi - Berkarya di Swasta

Pekerja Penyuka Tulis Baca, Pecinta Jalan Kaki dan Transportasi Umum yang Mencoba Menatap Langit

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Menyoal Prioritas dan Dominasi Wanita di BRT Transjakarta

31 Januari 2019   08:15 Diperbarui: 3 Februari 2019   18:55 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang ibu yang sedang menunggu bus Transjakarta (Doc.pribadi: Mahendra Paripurna)

Menulis tentang tema ini sebenarnya agak "ngeri-ngeri sedap" buat saya, takut dikeroyok sama emak-emak cantik yang membaca artikel ini. Nanti kalau mereka marah dan ramai-ramai memeluk dan mencium saya bagaimana coba? Lho kok malah takut bukannya senang. Hehehe.

Bus Rapid Transit (BRT) yang dipelopori pertama kali oleh Transjakarta tahun 2004 oleh Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso saat ini telah menjadi primadona transportasi di Jakarta dan banyak ditiru konsepnya oleh daerah lain di Indonesia. Saat ini sudah ada 13 koridor yang resmi beroperasi di Jakarta.

Saya termasuk salah satu penikmat transportasi ini selama perjalanan pulang balik dari rumah ke tempat kerja. Beberapa artikel dan puisi saya terinspirasi dari berbagai hal yang saya temui selama perjalanan di Transjakarta seperti terlampir di bagian bawah.

Seorang ibu yang sedang menunggu bus Transjakarta (Doc.pribadi: Mahendra Paripurna)
Seorang ibu yang sedang menunggu bus Transjakarta (Doc.pribadi: Mahendra Paripurna)
Karena saya pecinta transportasi umum di bandingkan dengan menggunakan kendaraan pribadi untuk aktivitas harian saya maka saya memilih BRT. Awalnya saya belum menggunakan BRT dan masih menggunakan bus umum Mayasari Bakti dan angkutan kecil KWK karena saya merasa kurang nyaman harus naik turun transit untuk sampai ke tempat kerja. 

Namun seiring semakin banyaknya armada BRT dan jalur koridor yang tersedia, serta seringnya bus yang saya tumpangi demo mogok operasi yang berakhir dengan hilangnya trayek bus umum yang biasa dinaiki, akhirnya saya mencoba Transjakarta dan harus mengakui kenyamanannya yang lebih baik dari angkutan sebelumnya. Dan relatif lebih aman dari pencopetan walaupun satu dua kali masih ada juga sih penumpang yang kecolongan.

Salah satu yang rasanya masih mengganjal adalah terkait prioritas dan dominasi kaum wanita di Transjakarta. Saya jadi merasa salah satu lelaki yang tertindas. Lho, kok bis?Hehehe.

Antrian Busway

Hal pertama adalah masalah antrian di halte yang rasanya sulit dihindari. Seiring makin populernya Transjakarta namun tidak dibarengi dengan pertambahan jumlah armada di setiap koridornya. 

Makin sering saya melihat penumpang yang malas mengantri dan mencoba menyerobot antrian yang ada. Dan mayoritas yang menyerobot adalah dari penumpang perempuan, memang ada satu dua orang pelaku yang merupakan kaum lelaki.

Antrian panjang ketika menunggu Transjakarta (Doc.pribadi: Mahendra Paripurna)
Antrian panjang ketika menunggu Transjakarta (Doc.pribadi: Mahendra Paripurna)
Mau tahu tidak bagaimana modus yang mereka lakukan? Tapi mohon ini tidak dijadikan referensi untuk ditiru ya.

Penumpang tersebut ada yang pura-pura bertanya tujuan pada antrian yang di depan ataupun sok akrab bercakap-cakap, tapi tidak mau bergeser untuk antri dan diam-diam mendesak barisan yang ada. Jika ditegur biasanya mereka akan menjawab dengan sewot. Memang antrian di halte kerap kali lolos dari pantauan petugas.

Modus lain yang dilakukan adalah menyelinap di antara para penumpang yang naik pada saat bus datang. Memang banyak penumpang yang memilih bus agar bisa mendapat tempat duduk jadi saat bus dirasa sudah penuh mereka mempersilahkan penumpang yang terburu-buru untuk naik dan rela tidak mendapat tempat duduk. 

Ini yang sering dimanfaatkan oleh penumpang walaupun tahu sudah penuh mereka tetap menyerobot ke depan sehingga saat pintu bus ditutup karena sudah penuh, posisi mereka menjadi ada di depan. Mereka tidak mau disuruh mundur lagi karena antrian juga sudah memanjang. Dan lagi-lagi biasanya didominasi kaum perempuan.

Ada juga yang ikutan naik rombongan penumpang yang rela untuk berdiri tapi setelah masuk bus malah turun lagi dan berdiri di barisan paling depan. Ketika ditegur untuk mundur ke barisan belakang malah "ngotot" dan bersikeras mengatakan bahwa semula ia berada di baris depan.

Modus berikutnya yang juga saya baru tahu dari teman adalah pura-pura hamil. Dia bercerita karena kebetulan tubuhnya juga tergolong besar sering kali ia memanfaatkan dengan mengatakan sedang hamil sehingga mendapat prioritas untuk antri di depan dan memperoleh tempat duduk.

Kursi Prioritas
Setelah naik ke dalam bus kita akan menemukan tulisan beserta gambar di jendela mengenai adanya bangku prioritas di dekat tulisan tersebut untuk penumpang yang membawa anak, manula, wanita hamil dan juga penyandang cacat. 

Bangku-bangku ini biasanya ada yang diberi warna berbeda dengan bangku lainnya. Jika tidak ada penumpang prioritas, penumpang umum diperbolehkan menempatinya. Tapi lagi-lagi biasanya ditempati oleh penumpang perempuan karena lelaki sungkan jika harus duduk di situ.

Saya pernah punya pengalaman juga terkait bangku prioritas. Kebetulan saat saya naik, bangku tersebut tersisa satu dan saya buru-buru menempatinya. Dan kebetulan berdiri di depan saya ada seorang wanita yang sedari awal menatap sinis pada saya. 

Sepertinya kesal karena kalah cepat dari saya mendapatkan bangku. Berulang kali saya lihat dia seperti mengomel sendiri. Dia sempat meminta saya memberikan bangku kepada seorang wanita yang juga berdiri di dekat saya. 

Tapi saya lihat dia tidak termasuk kriteria penumpang prioritas, jadi saya tidak memperdulikannya. Saya juga sempat menjelaskan jika memang ada penumpang prioritas yang lebih berhak tentu akan saya persilakan duduk. Tapi jika tidak ada, ya saya merasa punya hak yang sama untuk duduk seperti penumpang yang lain tanpa harus membedakan jenis kelaminnya.

Para petugas BRT yang mengawal sering kali juga berlaku kurang adil terhadap para lelaki. Jika bangku-bangku prioritas penuh karena ditempati oleh para wanita dan kebetulan masuk penumpang prioritas, petugas justru mengarahkan kepada bangku penumpang wanita untuk ditempati. Lagi-lagi kaum pria harus mengalah dan berdiri. Sementara yang tidak berhak, malah cuek saja menikmati bangku tersebut.

Ruang Khusus Wanita
Di depan dekat supir ada ruangan yang merupakan area khusus wanita jadi hanya kaum hawa yang boleh duduk di sana. Untuk area belakang berlaku bebas untuk pria dan wanita.

Di area bebas tersebut terutama di koridor yang ramai, lelaki sering kali juga kalah dalam memperoleh bangku. Petugas jarang mengarahkan penumpang perempuan untuk terlebih dahulu mengisi ruang khusus wanita yang seharusnya jika sudah penuh baru boleh beralih ke area bebas. 

Akibatnya sering terlihat ruangan khusus di depan masih kosong tetapi di belakang para pria tidak kebagian bangku karena telah ditempati oleh kaum perempuan. Hadeuh. Kasihan ya.

Penumpang berdesak-desakan di dalam bus (Doc.pribadi: Mahendra Paripurna)
Penumpang berdesak-desakan di dalam bus (Doc.pribadi: Mahendra Paripurna)
Pernah kejadian saat itu ada beberapa perempuan muda yang nyeletuk karena harus berdiri. Mereka menyindir para lelaki, katanya tidak ada yang mau mengalah memberi tempat duduk. Langsung saja seorang bapak yang sedang duduk menyambar berkata, "Kalau mau dikasih tempat duduk hamil saja dahulu, bawa anaknya sambil kerja atau jadi cacat, nanti juga ada yang kasih tempat duduk."

Saya yang mendengarnya jadi tersenyum sendiri. Sementara si gerombolan wanita itu yang semula ramai bercakap jadi membisu tak bersuara.

Jika dapat tempat duduk, sebenarnya saya senang-senang saja duduk berdampingan dengan para wanita dan pemandangan di area belakang jadi lebih berwarna dengan adanya mereka. 

Tapi kalau sampai mendominasi semua bangku kasihan juga para pria, yang telah membayar sama tentunya ingin merasakan juga kenikmatan duduk dan tertidur dihembus angin sepoi-sepoi dari pendingin ruangan, apalagi jika rute yang dilaluinya cukup jauh.

Untuk perbaikan dan demi kenyamanan bersama ada baiknya Transjakarta menambah petugas untuk menertibkan antrian. Selain itu patut diperhatikan dan diarahkan untuk ruang khusus wanita dan bangku-bangku prioritasnya agar dipergunakan terlebih dahulu untuk orang yang tepat sebelum beranjak ke bangku lainnya dengan tidak mengesampingkan keadilan antara lelaki dan perempuan untuk mendapatkan kesempatan duduk yang sama.

Sejalan dengan program pemerintah untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum kiranya perlu menambah armada bus. Sehingga idealnya semua penumpang dapat memperoleh bangku dan tidak perlu harus berdiri selama perjalanan.

Dan yang terakhir titip salam untuk wanita-wanita cantik yang melintas di setiap perjalanan di dalam Transjakarta. Ups. Piss dua jari. Eh ini bukan kampanye pilpres lho ya.

Nyamuk Nakal di Bus Transjakarta

Hai Kamu yang Melintasi Hari

Waspada Terjepit di Transjakarta

Tak Bisakah Sejenak Kau Menunggu

Telepati Pagi

Tangerang, Januari 2019
Mahendra Paripurna

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun