Panggil dia Anjani. Gadis yang menyimpan luka di sekujur tubuhnya. Di tangannya terlihat carut marut seperti bekas irisan silet atau mungkin juga dari sebuah pisau tajam. Tak ada darah yang mengalir, sepertinya hanya menggores kulit luar tepat diatas lapisan daging di tangannya.
Terkadang setelah barisan luka tersebut pulih. Maka luka lebam akan menggantikan hiasan dikulit putihnya. Laksana pukulan benda tumpul atau sebuah cambuk. Hanya wajahnya saja yang tetap mulus dengan matanya selalu terlihat sendu.
Dulu orang mungkin mengira luka tersebut berasal dari kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya. Yang merasa tertekan sejak meninggalnya ibunda Anjani. Tapi ternyata mereka salah. Sepeninggal sang ayah ternyata mereka tetap mendapati luka itu pada diri Anjani.
Saat ini Anjani tinggal bersama keluarga bibinya. Adik kandung dari sang ayah yang kebetulan tidak memiliki seorang anak. Kasih sayang mereka seakan tak mampu menghapus kepedihan dan mengembalikan kecerian saat bersama orang tuanya.
*****
"Ingatlah olehmu Jani. Kepedihan dan kesedihan adalah kebahagiaan kita. Setiap luka yang kita terima adalah nikmat dan kesenangan yang kita harapkan," begitu pesan yang selalu diucapkan oleh sang ayah.
Pesan tersebut demikian meresap. Anjani memang tak pernah melihat ayahnya menangis saat sang ibu meninggalkan mereka untuk selamanya. Anjani menyambutnya dengan ceria. Setiap luka adalah bahagia.
Kesulitan hidup yang mereka lalui berdua karena pekerjaan sang ayah yang tidak menentu juga tidak membuat senyum bahagia dari bibirnya menghilang.
Anjani tetap dapat bersekolah dari hasil jerih payah ayahnya. Segala caci maki orang sekitar dan teman sekolah tak pernah mereka pedulikan.
Terkadang Anjani menyakiti diri sendiri sekedar mencari luka untuk memperoleh bahagianya. Sang ayah tak pernah melarang. Karena beliau sendiri sering kali melakukannya.
Bahagia tak pernah hilang dari kehidupan mereka. Bahkan saat sang ayah pergi dari kehidupan Anjani untuk selamanya. Tak ada kesedihan, tak ada kepedihan karena luka dan duka yang seharusnya ia rasakan.
*****
Terbiasa mengalami hidup susah membuat dirinya tak dapat merasakan bahagia saat sang bibi memberikan kasih sayang dan perhatian sepenuhnya pada dirinya. Ia mulai mencari luka dan kesedihan untuk membahagiakan dirinya.