Mohon tunggu...
Mahendra Paripurna
Mahendra Paripurna Mohon Tunggu... Administrasi - Berkarya di Swasta

Pekerja Penyuka Tulis Baca, Pecinta Jalan Kaki dan Transportasi Umum yang Mencoba Menatap Langit

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kala Makhluk Seribu Wajah Bersyair

3 Oktober 2018   23:22 Diperbarui: 3 Oktober 2018   23:43 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tersakiti. Itu adalah kalimat sakti yang keluar dari mulutnya. Semacam syair mantra yang getarkan tiap sudut negeri. Yang mampu tolehkan manusia dari dahsyatnya amukan alam. Yang ampuh membetot, benturkan, puluhan hati dan pandangan calon-calon raja dan anak negeri.

Sekujur tubuhnya mungkin terkelupas. Dan Wajahnya memang laksana hancur tertimpa ribuan gada. Tapi aku tak cukup percaya ia tersakiti. Dia terlalu digdaya untuk itu. Terlintas di benak. Kala ia memasang selendang sakti di lehernya. Yang berbalut warna merah. Untuk menghantam kaum berjubah putih tanpa ampun.

Tapi aku pun disana. Saat selendang sakti itu berubah memutih. Dan melibat wajah laksana ratu saleh. Yang dengan piawai memantra kaum merah dengan aji-aji sakti dari bibirnya.

Dia adalah penguasa alam sastra. Yang mampu porak poranda negeri dengan syair-syair demokrasi dan kemanusiaan. Sanggup benturkan kaum-kaum yang ada dengan puisi-puisi berbingkai keadilan dan agama.

Tak ada yang tahu. Kepada siapa ia berpihak. Kaum merahkah atau kaum putih. Ataukah memang ia berdiri untuk kepentingan pribadi dan menghancurkan negeri.

Tapi langit punya kuasa. Semua rahasia dapat terungkap. Betapa mantra tersakiti bukanlah karena ulah manusia dari kaum-kaum ini. Semua itu adalah sebab Ilmu Ular Sakti. Laksana ular yang kulitnya sedang berganti. Yang tak sembarang orang boleh ketahui.

Dia dapat berlindung dibalik kesalahan iblis-iblis penggoda karena dustanya. Dia dapat bersembunyi di balik isak tangisnya. Tapi janganlah lupa. Karena dia adalah penguasa Ilmu Ular yang dapat berubah wajah sesukanya. Dia dan masih banyak lagi sepertinya, adalah makhluk-makhluk seribu wajah. Yang tak layak dipercaya. Yang dapat melibas semua arah tanpa dapat diduga.

Cukuplah kali ini saja energi tersia karna tipu daya. Sejatinya kaum merah dan kaum putih tak terbelah dan beradu. Karena merah putih akan indah bila menyatu. Berkibar tinggi di langit negeri yang satu.

Tangerang, Oktober 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun