Bunga menoleh kesana dan kemudian menghampiri mamanya, yang merupakan adik saya, bersama teman-temannya. Mama Bunga yang memang bekerja di restaurant tersebut kebetulan mendapat giliran shift pada hari itu.
"Bunga, itu siapa ?" tanya mamanya sambil mengarahkan pandangan ke si ibu yang sedang sibuk menelpon di luar.
"Owh, itu temannya pak Syamsul, guru olah raga. Kita mau ditraktir makan sama dia katanya" Bunga kemudian bercerita secara singkat tentang si ibu.
Adikku yang mendengarkan sambil sibuk melayani pembeli, mulai khawatir, dan menangkap hal yang mencurigakan dari cerita tersebut.
"Bunga, cepet kamu pulang. Kamu khan nggak kenal dia. Kalau dia orang jahat bagaimana?"
Bunga masih coba meyakinkan mamanya bahwa si ibu itu benar-benar teman dari guru olahraganya dan tadi dia melihat sendiri si ibu menelpon pak Syamsul.
"Tenang saja mamanya Bunga, nanti kalau dia orang jahat kita bisa lawan dia. Kita khan berlima dia cuma sendiri," teman Bunga berkata dengan pedenya.
"Sudah cepetan kamu pulang. Kalau dia mau culik kamu bagaimana. Kalian lewat pintu samping sana saja biar tidak ketemu dia. Langsung pulang ya." Mama Bunga memerintah dengan sedikit panik sambil melayani pembeli yang sedang ramai saat itu.
Dengan terpaksa dan setengah percaya Bunga akhirnya menurut dan pulang dengan sedikit was was. Sedangkan teman-teman Bunga masih menyayangkan keputusan untuk pulang karena mereka tidak jadi makan gratis dan mereka menganggap hal itu cuma ketakutan mamanya Bunga saja.
"Teman-teman, aku penasaran nih sama omongan mama aku. Bagaimana kalau kita ke rumah pak Syamsul. Rumahnya deket dari sekolahan kita." usul Bunga.
Teman-teman Bunga setuju dan mereka akhirnya sepakat untuk mampir ke rumah pak Syamsul sebelum pulang ke rumah masing-masing.
Sesampainya di rumah sang guru olah raga, mereka langsung memberondong dengan pertanyaan. Mulai dari kenal tidak dengan si ibu yang tadi mereka temui sampai apa tadi si ibu yang katanya kenal dengan pak Syamsul menelpon.