Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang efektivitas implementasi program-program sosial pemerintah yang seharusnya menjadi jaminan bagi anak-anak kelompok marginal yang rentan di negara ini untuk setara dengan anak-anak Indonesia lainnya. Jika anak-anak di panti asuhan, yang secara hukum berada dalam kategori "fakir miskin dan anak terlantar", tidak dapat dengan mudah mengakses bantuan sosial yang telah disediakan oleh negara, maka ada kegagalan sistemik yang harus segera diatasi.
Teori Sistem Sosial yang dikemukakan oleh Talcott Parsons memberikan wawasan yang lebih luas tentang mengapa masalah ini dapat terjadi. Parsons berpendapat bahwa sebuah sistem sosial yang sehat adalah yang semua bagiannya bekerja sama untuk mencapai keseimbangan. Dalam hal ini, program pemerintah seperti PBI BPJS Kesehatan dan KIP adalah bagian dari sistem sosial negara yang lebih besar, yang seharusnya bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan (stakeholder), seperti panti asuhan, rumah salit, sekolah, dan komunitas lokal untuk memastikan bahwa anak-anak di panti asuhan mendapatkan akses penuh terhadap hak-hak mereka. Namun, ketika ada ketidaksesuaian atau ketidakselarasan kebijakan dan data antara kementerian dan lembaga pemerintah yang menangani sistem program sosial ini, misalnya karena kurangnya koordinasi atau dukungan, maka sistem sosial tidak dapat berfungsi dengan optimal. Akibatnya, anak-anak yang seharusnya mendapatkan manfaat dari program ini malah terpinggirkan.
Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap implementasi program PBI BPJS Kesehatan dan KIP di panti asuhan. Evaluasi ini harus mencakup identifikasi hambatan-hambatan yang dihadapi oleh panti asuhan dalam mendaftarkan anak-anak ke program ini dan bagaimana layanan tersebut bisa lebih mudah diakses dan dimanfaatkan. Misalnya, prosedur pendaftaran yang lebih sederhana dan dukungan teknis yang lebih kuat bagi pengelola panti asuhan bisa menjadi langkah awal yang signifikan. Selain itu, perlu ada peningkatan kapasitas bagi pengelola panti asuhan agar mereka dapat lebih efektif dalam membantu anak-anak mengakses layanan yang menjadi hak mereka. Dukungan ini bisa berupa pelatihan, bimbingan teknis, dan bantuan administratif yang dapat membantu panti asuhan mengatasi tantangan yang mereka hadapi.
Tidak kalah penting adalah peran masyarakat dalam isu ini. Kesadaran publik tentang pentingnya akses yang adil terhadap layanan sosial harus terus ditingkatkan. Masyarakat perlu didorong untuk berpartisipasi dalam upaya memastikan bahwa anak-anak di panti asuhan mendapatkan hak-hak mereka, baik melalui dukungan langsung, advokasi, maupun dengan mengawasi pelaksanaan program-program sosial di lingkungan mereka. Media massa dan organisasi masyarakat sipil dapat memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran tentang masalah ini dan mendorong pemerintah untuk bertindak lebih proaktif.
Kita tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan bahwa banyak anak-anak di panti asuhan masih berjuang untuk mendapatkan hak-hak dasar mereka. Ini adalah tanggung jawab kita bersama, sebagai bangsa yang berkomitmen terhadap keadilan sosial dan kesejahteraan semua warga negara, terutama mereka yang paling membutuhkan. Saatnya kita bersatu untuk memastikan bahwa amanat UUD 1945 benar-benar terealisasi, dan tidak ada anak-anak di panti asuhan yang tertinggal dalam hal kesehatan dan Pendidikan, jadikan mereka setara dengan anak-anak Indonesia lainnya. Masa depan mereka adalah masa depan kita semua.
Catatan penulis:
IG Mahendra Kusumaputra
Mahasiswa Program Doktoral Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Sumber Data dan Referensi:
Kementerian Sosial Republik Indonesia, "Laporan Tahunan 2023 tentang Perlindungan Anak dan Panti Asuhan," 2023.