Cara mengajar satu arah yang dominan "mendiktekan" pelajaran akan mengakibatkan rendahnya kemampuan murid dalam bernalar dan berpikir kritis. Dikutip dari Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur, anak-anak Indonesia mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan uraian yang memerlukan penalaran. Ini akibat dari fleksibilitas dalam proses transfer ilmu yang terlalu kaku.
Bahkan murid sering mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari guru ketika bertanya seperti "Kamu tidak mendengarkan pelajaran saya?" "Memang nya kamu dari tadi kemana saja?" tutur guru ketika muridnya mencoba untuk menanggapi pelajaran.
Lantas tak heran jika dewasa ini banyak murid di Indonesia yang cenderung tidak ingin menyampaikan tanggapan baik itu karena kebiasaan dalam menerima informasi secara mentah-mentah dan/atau karena takut akan disalahkan oleh gurunya.
Sungguh ironis sekali jika kita bandingkan dengan cara mengajar di negara maju seperti Belanda. Guru atau dosen membuka kesempatan selebar-lebarnya dalam menerima pertanyaan dan tanggapan dari muridnya.Â
Mereka berpendirian bahwa belajar adalah proses bertukar pikiran tak hanya bagi murid namun juga untuk guru yang mengajar. Alhasil, jika kita bandingkan dengan murid Indonesia, murid di negara maju lebih berani dalam berpendapat. Inilah yang melandasi progresivitas pemikiran dari negara maju karena tidak terhalang oleh pihak mana pun.
Selain itu, proses komunikasi satu arah dalam mengajar juga membentuk pribadi murid yang malas berpikir. Adanya anggapan bahwa perkataan guru selalu benar, mengakibatkan murid malas untuk mencari pembenaran lain dalam sebuah persoalan.
Akibatnya, kreativitas dari murid akan terhambat. Mengapa ini buruk? Inovasi akan sulit ditemukan dari anak. Inovasi berguna agar anak dapat membuat suatu terobosan baru agar dapat dikembangkan di kemudian hari. Inovasi yang terbatas akan mengakibatkan anak lebih suka bermain di zona nyaman nya. Alhasil akan menciptakan lingkungan yang non produktif di lingkungan sekolah.
Metode komunikasi satu arah memang dinilai bagus dalam transfer of knowledge, namun memaksakan anak dalam keinginan sendiri membawa dampak buruk bagi perkembangan perilaku dan kreativitas nya. Sebaiknya orang tua atau guru dapat mengajak anak atau muridnya untuk berdiskusi dalam menyelesaikan suatu masalah sehingga anak tidak terlalu bergantung kepada orang tua atau guru.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI