Mohon tunggu...
Mahbubillah
Mahbubillah Mohon Tunggu... Lainnya - ASN pada Sekretariat Daerah Kabupaten Sukabumi//Penikmat Kopi Susu

Jika kamu tidak tahan terhadap penatnya belajar, maka kamu akan menanggung bahayanya kebodohan --Imam Asy-Syafi'i

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Asyiknya "Ngabakarang" di Teluk Palabuhanratu

8 Juni 2020   11:50 Diperbarui: 8 Juni 2020   11:54 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Peneliti Oseanologi Ekologi Lingkungan LIPI, sebagaimana dilansir kumparan.com, kekayaan laut Indonesia bisa mencapai lebih dari Rp 1.700 Triliun atau setara dengan 93 persen dari total APBN Indonesia tahun 2018.

Nilai kekayaan itu bersumber dari ikan, terumbu karang, ekosistem mangrove, ekosistem lamun, potensi wisata bahari, dan lain sebagainya.

Tidak heran jika banyak negara di dunia yang ngiler untuk menguasai wilayah perairan Indonesia. Pada kenyataannya kekayaan laut ini belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Kondisi ini menyebabkan kesejahteraan ekonomi dari potensi laut belum dirasakan secara maksimal.

Adalah warga Desa Cikakak Kecamatan Cikakak Kabupaten Sukabumi yang memiliki tradisi memanfaatkan kekayaan laut sebagai penopang kebutuhan lauk sehari-hari.

Daerah di tepi Teluk Palabuhanratu ini memiliki tradisi turun temurun yang dikenal dengan "ngabakarang" (berburu bakarang). Bagi sebagian warga, ngabakarang sudah menjadi bagian dari kehidupan. Ngabakarang dilakukan ketika air laut mengalami surut, yaitu ketika tanggal muda dan bulan purnama dalam penanggalan jawa.

Entah dari mana istilah ngabakarang itu muncul. Kemungkinan istilah bakarang itu sendiri singkatan dari batu dan karang.

Istilah ini mengacu pada aktivitas perburuan biota laut berupa siput laut yang biasanya menempel pada batu dan karang yang berada di pesisir pantai.

Alat yang dipergunakan untuk perburuan ini hanya wadah, bisa berupa ember atau kantok plastik dan kadang-kadang membawa pisau/obeng untuk digunakan sebagai alat mencongkel.

Jika keadaan laut sedang bersahabat, perburuan ini bisa dilakukan sehari dua kali. Perburuan pertama dilakukan dini hari sampai sekitar pukul 6 pagi, sementara perburuan kedua dilakukan sore hari sampai terbenam matahari.

Di Teluk Palabuahnratu sendiri, ada banyak jenis siput laut yang bisa didapatkan dari perburuan ini. Satu diantaranya yang paling populer adalah mata lembu.

Ngabakarang memerlukan keterampilan yang memadai, karena jika tidak maka siap-siap tangan dan kaki akan penuh dengan luka tusukan batu karang yang tajam.

Tak pelak sehabis pulang ngabakarang, tangan dan kaki banyak yang mengucurkan darah. Namun hal itu tidak menyurutkan warga untuk terus melakukan perburuan.

Ada semacam kepuasan tersendiri bagi warga, manakala mereka pulang dengan membawa siput laut dengan jumlah yang banyak.

Karena sehabis itu, mereka akan dengan senang hati menyulap protensi bahari itu menjadi menu bercita rasa tinggi yang membangkitkan selera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun