Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Peneliti Oseanologi Ekologi Lingkungan LIPI, sebagaimana dilansir kumparan.com, kekayaan laut Indonesia bisa mencapai lebih dari Rp 1.700 Triliun atau setara dengan 93 persen dari total APBN Indonesia tahun 2018.
Nilai kekayaan itu bersumber dari ikan, terumbu karang, ekosistem mangrove, ekosistem lamun, potensi wisata bahari, dan lain sebagainya.
Tidak heran jika banyak negara di dunia yang ngiler untuk menguasai wilayah perairan Indonesia. Pada kenyataannya kekayaan laut ini belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Kondisi ini menyebabkan kesejahteraan ekonomi dari potensi laut belum dirasakan secara maksimal.
Adalah warga Desa Cikakak Kecamatan Cikakak Kabupaten Sukabumi yang memiliki tradisi memanfaatkan kekayaan laut sebagai penopang kebutuhan lauk sehari-hari.
Daerah di tepi Teluk Palabuhanratu ini memiliki tradisi turun temurun yang dikenal dengan "ngabakarang" (berburu bakarang). Bagi sebagian warga, ngabakarang sudah menjadi bagian dari kehidupan. Ngabakarang dilakukan ketika air laut mengalami surut, yaitu ketika tanggal muda dan bulan purnama dalam penanggalan jawa.
Entah dari mana istilah ngabakarang itu muncul. Kemungkinan istilah bakarang itu sendiri singkatan dari batu dan karang.
Istilah ini mengacu pada aktivitas perburuan biota laut berupa siput laut yang biasanya menempel pada batu dan karang yang berada di pesisir pantai.
Alat yang dipergunakan untuk perburuan ini hanya wadah, bisa berupa ember atau kantok plastik dan kadang-kadang membawa pisau/obeng untuk digunakan sebagai alat mencongkel.
Jika keadaan laut sedang bersahabat, perburuan ini bisa dilakukan sehari dua kali. Perburuan pertama dilakukan dini hari sampai sekitar pukul 6 pagi, sementara perburuan kedua dilakukan sore hari sampai terbenam matahari.
Di Teluk Palabuahnratu sendiri, ada banyak jenis siput laut yang bisa didapatkan dari perburuan ini. Satu diantaranya yang paling populer adalah mata lembu.