Problem hidup selalu kita hadapi setiap hari. Tingkat kesulitannya juga bervariasi, kadang mudah kadang susah. Susah dan mudahnya tersebut juga tergantung kepada beberapa hal yang salah satunya adalah kondisi kita sendiri. Bagi mereka yang berpenghasilan satu juta setiap bulan, menghadapi tagihan satu juta lima ratus ribu adalah hal yang menyusahkan. Bagi mereka yang masih menjomblo, keinginan untuk bersama-sama pergi dan beraktivitas adalah hal yang berat.
Demikian itulah relativitas level masalah yang dihadapi oleh tiap orang. Tidak ada yang sama di dalam derajat dan dampak yang ditimbulkannya. Tapi yang sama adalah adanya masalah dan adanya potensi sikap untuk menghadapinya. Sedangkan yang berbeda adalah tingkat kesulitan yang dirasakan dan pilihan sikap yang dikembangkan ketika menghadapi masalah.
Beberapa pilihan sering muncul dalam merespons sebuah masalah. Dua hal yang paling sering adalah menghadapinya dengan berani atau menghindarinya dengan rasa khawatir. Pilihan itulah yang disebut sebagai rekayasa sikap. Yaitu bagaimana sikap yang tepat dan efektif ketika menghadapi masalah.
Konsekuensi dari pilihan tersebut sering membawa perubahan pada masa depan seseorang. Jika saat ini kita memilih menghadapi hujan dengan tidak peduli dan menerobosnya tanpa payung atau jas hujan, maka potensi perubahan kesehatan di masa depan akan muncul berupa sakit. Jika saat ini kita memilih untuk menghemat pengeluaran ketika penghasilan menurun, maka potensi munculnya masalah baru kekurangan uang akan bisa diantisipasi.
Dari sini kita bisa paham bahwa ketika memilih sebuah sikap untuk menyelesaikan masalah, maka harus dikaitkan dengan proyeksi di masa depannya. Karena manusia adalah makhluk yang mengikuti alur waktu menuju ke masa depan, maka hal ini mutlak untuk dilakukan. Orang yang memilih sikap dalam membuat keputusan tanpa menghiraukan masa depannya, sering berakhir dengan rasa kecewa dan penyesalan.
Coba saja kita mengingat-ingat peristiwa atau kejadian di mana kita merasa menyesal karena telah salah di dalam memilih sikap dan membuat keputusan penyelesaiannya. Kita sering mendengar kalimat seperti ini: aku menyesal telah begini atau begitu, kenapa aku sembrono dalam membaut keputusan?, coba kalau aku dulu tidak begini atau begitu pasti tidak akan seperti ini.
Nah itulah bukti ketika pilihan sikap mengabaikan masa depan yang mungkin akan terjadi. Sikap yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi pada akhirnya membawa masalah baru yang mungkin lebih besar atau lebih berbahaya bagi jalannya kehidupan kita sendiri. Memang demikianlah watak dasar manusia di mana mereka tercipta dengan sifat yang tergesa-gesa di dalam segala hal.
Saya sendiri tidak bebas dari rasa penyesalan ketika menghadapi masalah yang timbul karena keliru di dalam memilih sikap. Pengalaman manusia hampir sama pada dasarnya di mana mereka selalu bergantian dan berpindah dari rasa menyesal dan rasa bangga setelah menghadapi masalah. Tidak ada manusia seorang pun yang selalu berada pada ketepatan di dalam memutuskan sikap yang diambil ketika menghadapi masalah.
Dari peristiwa-peristiwa yang pernah kita alami, baik itu peristiwa yang menimbulkan kebanggaan atau peristiwa yang menimbulkan penyesalan, maka darinya kita sebenarnya belajar tentang kehidupan kita sendiri. Kita mempelajari guratan takdir Tuhan yang ditetapkan untuk kita sendiri yang pastinya berbeda dari takdir orang lain.
Oleh karenanya, dari sanalah kita sampai pada sikap terakhir ketika rangkaian masalah timbul yaitu "mengambil pelajaran" dan "mengambil hikmah". Baik atau buruk peristiwa yang dialami seseorang pada akhirnya tergantung kepada sikap akhir inilah sebagai pilihan sikapnya. Sebab manusia akan terus bergerak maju apa pun itu kondisi yang dialaminya.
Rekayasa sikap hanyalah kemampuan sementara yang diberikan Tuhan pada makhluk yang namanya manusia. Selanjutnya, bagaimana manusia itu sendiri menggunakannya untuk dijadikan perangkat di dalam meneruskan cerita hidupnya di masa depan. Rekayasa sikap adalah sebuah pilihan. Rekayasa sikap menentukan kualitas hidup di masa depan.***