Aku teringat akan hukum rimba. Kurenungi dan kuhayati makna di dalamnya. Ada rasa pembelaan terhadap tujuan penciptaannya. Aku ingin manusia berhenti merancukannya.
Hukum rimba dihinakan manusia. Mereka kira hukum rimba adalah sumber malapetaka. Mereka rasa mampu membuat hukum paling baik penggantinya. Mereka menyangka paling mampu mengatur alam sekitarnya.
Sedang alam sendiri damai tanpa sentuhan manusia. Karena di dalamnya berlaku hukum rimba. Alam selaras dengan aturan-Nya. Tapi manusia mengacaukannya.
Manusia menuduh hidup tanpa aturan adalah hidup ala hukum rimba. Seakan alam dan masyarakat akan hancur karenanya. Sungguh, itu sebuah kesombongan dan keangkuhan manusia. Karena manusialah sumber malapetaka yang sesungguhnya.
Rimba adalah hutan damai. Rimba adalah samudra tidak abai. Ketika manusia berbuat kezaliman. Mengapa hukum rimba yang dikenai tuduhan...?
Tuhan menciptakan aturan untuk hewan tanpa pertimbangan manusia. Itu semua sudah menjadi puncak kebaikan bagi mereka. Tuhan memberlakukannya di alam semesta. Itu tanda jika hukum rimba baik untuk kita semua.
Tetapi ketika manusia tidak mampu mengendalikan kelakuannya. Mereka menuduh bahwa yang mengatur adalah hukum rimba. Tuduhan dengan nada melecehkan keluhurannya. Seakan hukum rimba lebih hina dari hukum pidana perdata buatan manusia.
Janganlah memakai hukum rimba sebagai alasan untuk menyebut kekacauan. Janganlah menyalahkan tertib alam semesta sebagai pelarian kekejaman. Bukankah kita satu-satunya makhluk yang punya pikiran? Lalu mengapa alam dan tatanan hukum rimba kau salahkan?