Di Indonesia, mayoritas penduduknya memiliki keyakinan keagamaan. Mereka menentukan pilihan terhadap salah satu agama yang diakui oleh negara. Para pemeluk agama itu dengan kesadaran penuh menjalankan ajaran-ajarannya.
Agama, disamping menjadi dasar dan doktrin untuk menentukan baik buruk perilaku pemeluknya, ia juga bisa didudukkan sebagai objek kajian keilmuan dan akademik demi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.
Dalam kedudukannya seperti itu, agama dipelajari dengan menggunakan beberapa pendekatan ilmu. Semua upaya pendekatan itu tujuannya adalah untuk mengungkap dimensi-dimensi agama secara mendalam.
Agama dalam Perspektif
Kajian agama, memiliki beberapa pendekatan seperti pendekatan antropologis, feminis, fenomenologis, filosofis, psikologis, sosiologis dan teologis. Seluruh pendekatan tersebut kecuali pendekatan teologis, dikategorikan sebagai pendekatan studi agama dari luar (outsider).
Ini mengharuskan adanya kemampuan pengkaji agama untuk mengesampingkan komitmen pribadinya terhadap sebuah agama dan meletakkan agama sebagai kajian objektif tanpa dipengaruhi oleh keyakinannya. Ninian Smart menyebut metode ini sebagai agnotisisme metodologis.
Tujuan penerapan metode ini adalah agar peneliti masalah agama memiliki pikiran dan sikap terbuka (open minded) terhadap objek yang dikajinya dan mampu menerapkan sebuah epoch fenomenologis. Sehingga keyakinan dan keteguhan agamanya tidak sampai memengaruhi penilaian terhadap agama sebagai objek kajian akademik.
Setiap pendekatan di atas memiliki term-term dan vocabulary tersendiri. Memahami term-term yang terdapat dalam tiap pendekatan yang digunakan akan memudahkannya dalam melakukan kajian dan penelitian terhadap agama.
Misalnya tentang solidaritas keagamaan dalam bidang sosiologi, tentu saja berbeda maknanya dengan solidaritas kultural dalam bidang antropologi. Term-term dimaksudkan untuk menggambarkan karakter kajian disiplin ilmu tertentu tentang agama.
Hal ini, bagi seorang pengkaji atau peneliti, di samping akan menajamkan kajiannya juga akan memperkaya dan memperluas cakupan kajian tersebut ketika term-term teknis sudah dikuasai. Manfaat ini disebut sebagai manfaat vocabulary teknis.
Multidimensi Definisi Agama
Agama memiliki berbagai dimensi dan terkadang menimbulkan perbedaan pemaknaan dan pendefinisian. Untuk menghindari penekanan parsial ini, para sarjana dalam kajian agama lebih menyukai definisi agama yang multikategori dan multidimensi.
Frederick Streng menggambarkan agama melalui tiga dimensi dasarnya yaitu dimensi personal, kebudayaan dan ultimate. Eric Sharpe membedakannya menjadi empat macam dimensi yaitu dimensi eksistensial, intelektual, institusional dan etik.
Charles Glock membedakannya menjadi lima dimensi yaitu dimensi ekspresiensial, ideologis, ritualistik, intelektual dan konsekuensial. Ninian Smart mengategorikan agama menjadi enam bahkan tujuh dimensi yaitu dimensi mistis atau naratif, ritual, sosial, etis, doktrinal, pengalaman dan materil.
Dari semua dimensi tersebut yang paling utama adalah adanya dimensi Tuhan, yang suci, transenden dan sakral (sacred).Â
Beranjak dari kategorisasi dan multidimensinya pengertian agama, maka Peter Connolly sendiri mengartikan agama sebagai beragam keyakinan yang mencakup penerimaan kepada yang suci (sacred), wilayah transempiris dan berbagai perilaku yang dimaksudkan untuk mempengaruhi relasi seseorang dengan wilayah transempiris tersebut.
Polimetodik Kajian Agama
Beragamnya dimensi agama tersebut mengharuskan seorang pengkaji untuk menggunakan metode yang disebut Ninian Smart sebagai Polymethodic. Tanpa menggunakan metode demikian, maka dimensi-dimensi keagamaan tidak akan bisa dijelaskan secara holistik.
Metode ini mengharuskan para pengkaji agama di samping menggunakan sebuah pendekatan tertentu misalnya filsafat, sebagai pendekatan utamanya, juga menggunakan jenis pendekatan lainnya, seperti pendekatan sosial atau pendekatan lainnya.
Melalui cara ini maka kajian agama di samping bersifat spesifik terhadap pendekatan utamanya, juga bersifat general dengan pengayaan pendekatan lainnya yang digunakan bersamaan.
Keragaman perspektif, definisi dan metode di dalam memahami agama ini, diharapakn bisa menjelaskan agama bukan saja sebagai fenomena doktrinal dan sumber ajaran sakral saja, tetapi juga sebagai fenomena kultural profan yang melekat di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.(*)
Bersambung...
Sumber: Bab Pendahuluan Buku Approaches to the Study of Religion oleh Peter Connolly (ed).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H