Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Logika Kebenaran dalam Debat

20 Februari 2019   14:31 Diperbarui: 20 Februari 2019   14:47 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.makassar.tribun.com

Debat calon presiden tahap II telah usai. Jika ditanya siapakah yang menang? Jawabannya semua pasti merasa menang. Jika ditanya siapa yang benar? Jawabannya pasti semua merasa benar.

Memang, kita tidak bisa ketok palu untuk menyepakati hasil dari sebuah perdebatan. Karena yang namanya debat tidak pernah menghasilkan kemenangan dan kebenaran yang bulat. 

Kebenaran debat itu benjol-benjol dan bopeng-bopeng akibat hantaman penalaran, emosi dan rasa ketidakadilan dan faktor lain yang terjadi selama proses debat berlangsung.

***

Mendiskusikan kebenaran sering berujung dengan eyel-eyelan. Tidak peduli ia seorang professor doktor yang katanya menjadi makhluk paling rasional akademis atau orang biasa yang hanya lulusan Sekolah Dasar. 

Jika toh pelaku diskusinya tidak eyel-eyelan, maka suporter, fans dan pendukungnya yang akan melakukan. Mirip seperti suporter sepak bola yang besorak gemuruh gegap gempita di saat para pemain idola sibuk fokus mengoper bola.

Ini adalah fakta bahwa pemakaian logika tak pernah sama pada setiap orang, karena banyak data yang bisa dicomot dan ditafsirkan berbeda-beda. Silogismenya bisa saja benar tapi kesimpulannya salah. Silogisme dan kesimpulannya benar, tapi sumber datanya bisa saja salah.

Apalagi jika data, silogisme dan kesimpulannya salah, maka pernyataan dan ucapannya juga pasti salah. Jika demikian yang terjadi, maka itulah perang kebenaran tetapi di atas medan dan perangkat yang salah. Tentu saja kemenangannya pun (jika ada) menjadi bermasalah.

***

Andaikata semuanya benar, datanya benar, logikanya benar dan lawan diskusinya juga mengajukan kebenaran yang sama, tidak ada jaminan eyel-eyelan itu tidak ada.

Karena ego dan kepentingan yang dibalut oleh emosi, akan menjadi pemain ketiga. Kita tahu bahwa dalam diri manusia, di samping ada dimensi rasional, ada juga dimensi emosionalnya.

Kalau sudah bicara ego, kepentingan dan emosi manusia, jangankan benar, salah pun akan dibelanya. Yang salah akan diutak-atik (dirasionalisasi) supaya tampak menjadi benar. Apalagi yang benar, ia akan dikuatkan oleh kebenaran lain. Bahkan jika perlu, ia akan dikuatkan oleh kesalahan.

Jadi, kebenaran tak akan pernah selesai untuk dibicarakan. Masing-masing pihak berhak mengklaimnya. Silahkan saja berada pada posisi klaim masing-masing dalam kebenaran, tetapi jangan lupakan kebaikan.

Karena, benar belum tentu baik, dan salah belum tentu buruk. Tetap jaga kebaikan walau beda dalam pilihan kebenaran..!

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun