Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kita yang Kehilangan Spontanitas Masa Kanak-kanak

30 Juli 2018   15:55 Diperbarui: 30 Juli 2018   16:16 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika mengendarai sepeda atau sepeda motor, kita tidak pernah berpikir bagaimana kaki mengayuh pedalnya atau bagaimana mesinnya bekerja. Pikiran kita dibebaskan dari memikirkan hal yang sebenarnya sangat mendasar dari cara kedua alat transportasi itu bisa bergerak.

Pedal sepeda, mesin motor keduanya merupakan komponen penting dan kekuatan baginya untuk bisa bergerak. Tanpa keduanya sepeda dan motor tidak bisa bergerak. Tetapi ketika kita mengendarainya kita tidak pernah memikirkannya. Karena kita memiliki kepercayaan yang berdasarkan pada keyakinan.

Contoh lain, pernahkah kita memikirkan bagaimana kemampuan kaki bisa tegak melangkah tiap kali kita berjalan? Pernahkah kita memikirkan bagaimana kemampuan perut mencerna makanan tiap kali kita makan di pagi hari, siang hari atau malam hari? Sama sekali tidak pernah. Tetapi semua aktivitas itu selalu sukses dilalui.

Anehnya, kenapa kita semua sering memikirkan kemampuan dan potensi hidup kita di dalam segala hal ketika menyangkut cita-cita dan masa depan. Padahal akal pikiran, tubuh dan anggotanya serta hati dan perasaannya merupakan "mesin canggih" yang sedemikian rupa didesain Tuhan sebagai kekuatan untuk kita menuju masa depan yang diharapkan.

***

Sebenarnya ketika masih kanak-kanak dulu, kita tidak pernah berpikir tentang kemampuan diri ketika belajar melangkah, belajar berjalan atau belajar berlari sekalipun. Kita sepenuhnya sudah percaya secara spontan bahwa masing-masing memiliki kemampuan untuk itu.

Pikiran dan fokus hanya diarahkan kepada objek dan target yang menjadi tujuan akhirnya; bagaimana bisa melangkah, bagaimana bisa berjalan, bagaimana bisa berlari dan bagaimana bisa meraih mainan yang ada di depan mata. Dan itulah rahasianya mengapa setiap orang bisa melangkah, bisa berjalan, bisa berlari dan bisa meraih mainan yang diinginkannya.

Tetapi, Ketika sudah menginjak dewasa, pikiran tidak lagi diarahkan kepada target dan tujuan akhir. Pikiran justru sibuk mempertanyakan apakah kita mampu, apakah cukup bekal untuk meraihnya, apakah orang lain menyukainya dan pertanyaan lain yang mengalihkan fokus pikiran dari target dan tujuan.

Sehingga sebenarnya orang dewasa itu adalah orang yang kehilangan spontanitas masa kanak-kanaknya dulu. Segala rencana mereka selalu disaring dan diolah oleh pikirannya. Tetapi anehnya, pikiran mengolahnya dalam rangka agar tidak melakukannya, bukan dalam rangka bagaimana melakukannya.

Itulah barangkali kenapa tidak semua orang dewasa bisa sukses, bisa menjadi sarjana, bisa menjadi pengusaha atau jadi apa pun yang bagi sebagian orang merupakan mimpi belaka. Padahal ketika masih kanak-kanak, semua sama dan setara. Tidak ada perbedaan mencolok yang muncul ke permukaan.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun