Das sein tidak selamanya selaras dengan das sollen. Sejatinya dan prinsipnya bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang akan membuatnya lebih rendah hati dan mencair dalam kehidupannya sehari-hari.
Bagaimanapun pengetahuan yang dimiliki akan membuat derajat seseorang menjadi terangkat. Tetapi tidak jarang terjadi, seiring dengan derajat yang meningkat, begitu pula dengan karakter dan sikapnya menjadi lebih ketat. Ketat dalam menerima masukan pendapat, ketat dalam berinteraksi dengan masyarakat.
Jika kita amati dari kehidupan sehari-hari yang ditemui, maka akan didapati beberapa ciri dari seorang yang dianggap mumpuni secara pengetahuan yang bisa dianggap sebagai kelemahan.
Arogan dalam Bersikap
Suatu saat saya mengikuti sesi kuliah dari seorang profesor yang sangat populer di Indonesia bahkan mungkin di dunia dalam bidang keahliannya. Yang namanya profesor populer, kalau dia bertanya dan jawaban tidak sesuai dengan kehendaknya, ada kalanya keluar komentar pedas. Tentu tidak semua profesor demikian.
Ketika itu ada teman sekelas dimakinya dengan ungkapan "bodoh kamu, otakmu tidak berfungsi, gunakan otakmu" dan lain-lain. Tentu saja ungkapan tersebut amat mengagetkan. Tidak disangka-sangka seorang profesor menyampaikan umpatan yang mirip bahasa orang jalanan.
Inilah kelemahan etis yang bisa menghancurkan integritas dirinya. Karena, sebodoh-bodohnya orang, tentu tidak bisa menerima makian seperti itu. Apalagi dengan niatnya belajar, orang yang dimaki justru menunjukkan keinginan untuk menghilangkan kebodohan tersebut. Mengapa keinginan itu tidak dihargai oleh sang ilmuwan arogan tadi?
Jaim dan Self IsolationÂ
Kelemahan lain dari orang yang pintar atau sok merasa pintar adalah jaim atau jaga imaji. Orang bilang hal ini sebagai sombong. Entah benar atau tidak, tetapi memang demikian adanya. Kesan jaga jarak dan jaga kelas pergaulan sudah menjadi tabiat buruk orang yang merasa berkelas secara keilmuan.
Kesadaran yang salah ini mungkin sebagai akibat dari merasa diri unggul dibandingkan dengan orang lain. Strata sosialnya meningkat memang, tetapi pergaulan pun menjadi terbatas. Mungkin yang bersangkutan berusaha menghindari agar tidak "menjadi bodoh" karena bergaul dengan orang level di bawahnya.
Hal yang aneh dan kontradiktif sebenarnya. Semakin orang berilmu seharusnya semakin luas pergaulannya dengan lapisan bawah. Tetapi kadang kenyataan menunjukkan sebaliknya. Akhirnya sering terjadi bahwa seorang ilmuwan menjadi jauh dari lingkungan sekitarnya. Dulu istilah ini dikenal dengan sebutan "ilmuwan menara gading".