Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Roti Bakar dalam Interpretasi Manfaat Sosial

18 Juli 2018   05:08 Diperbarui: 18 Juli 2018   21:34 2690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Roti bakar. Rata-rata kita pernah merasakannya. Makanan yang sering dijual di pinggir jalan pada malam hari ini, sesuatu banget. Karena ia merupakan hasil kombinasi dan reproduksi dari beberapa bahan melalui beberapa tahapan. 

Hasil dari proses itu menjadikan roti bakar tidak saja menjadi makanan dengan cita rasa asli rotinya, tetapi juga cita rasa lain yang memperkaya wujud dan rasanya.

Mirip seperti kehidupan seseorang. Pada awal kehadirannya di dunia ini, setiap orang sama sebagai "barang mentah" yang siap diolah dan diperkaya dengan berbagai cara. Teori "tabula rasa" menyatakan bahwa setiap manusia itu pada dasarnya mirip seperti kertas putih bersih yang kosong. Pengalaman dan pendidikan kemudian akan membuatnya berisi dan membentuk nilai yang melekat padanya.

Setiap manusia terlahir dalam keadaan sama. Sama-sama tidak membawa harta benda, sama-sama tidak mengetahui apa-apa. Belum pernah kita mendapati seorang bayi lahir sambil memegang rekening tabungan atau cek senilai milyaran rupiah. Atau seorang bayi lahir sambil memakai toga sebagai tanda lulus tahapan pendidikan sarjana.

Proses dan Poles

Barang kali proses peningkatan nilai manusia, mirip dengan proses mengolah bahan baku roti bakar. Ke dalam roti tersebut ditambahkan selai  coklat, kacang, keju atau stroberi untuk menciptakan wujud roti yang diinginkan pelanggan. Roti itu dibakar dan dibolak-balik untuk menciptakan perpaduan dan kematangan yang ideal sehingga mengeluarkan cita rasa baru.

Demikian juga dengan manusia. Seiring dengan berjalannya waktu, usaha dan upaya memproses dan memoles mereka pun terjadi. Lewat jalur pendidikan formal, seorang anak manusia akan dimasukkan ke SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Menjelmalah ia menjadi sosok manusia dengan beberapa kelebihan dan nilai nalar intelektual yang diperoleh semasa proses tersebut.

Proses dan poles dalam rangka meningkatkan nilai seseorang, tidak berhenti di ranah dan lingkungan pendidikan. Proses tersebut masih terus berjalan seiring dengan waktu-waktu yang dilaluinya. Lingkungan keluarga, teman bermain, lingkungan kerja dan lingkungan sosial berkontribusi dalam menambah nilai seseorang.

Sintesis dan akumulasi dari semua proses itu menjadikan seseorang sebagai pribadi yang lengkap. Sebagai individu, dia bisa menjalani kehidupannya. Sebagai anggota masyarakat dia mampu eksis di sekitarnya. Dan sebagai makhluk Tuhan, dia menyadari kewajiban dan tanggung jawab terhadap Tuhannya.

Para Pengguna

Lalu siapa "pelanggan" seseorang yang membuatnya dibentuk sedemikian rupa melalui pendidikan dan proses pengalaman lainnya? Masyarakat tentunya sebagai "pelanggan" utamanya. Masyarakatlah yang akan menjadi "pemakai" seseorang setelah melalui tahapan yang dijalaninya.

Dalam teori sosial ada yang dinamakan dengan fungsionalisme. Teori ini menyatakan bahwa masyarakat akan terjaga integritasnya jika fungsi kelembagaan dan fungsi anggota masyarakatnya berjalan dengan baik. Ketika fungsi tersebut mengalami gangguan, maka ketertiban masyarakat menjadi terancam.

Seseorang akan mengambil peran dan fungsi di dalam masyarakat ini sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya. Kedua nilai tambahan itu diperoleh tentunya melalu tahapan proses dan polesan yang dilaluinya. Ada yang menjadi polisi, tentara, guru, pengusaha, dokter, pemuka agama, seniman, budayawan dan lain-lain.

Bukankah mereka semua merupakan para penjaga fungsi-fungsi yang dibutuhkan oleh masyarakat secara keseluruhan? Bukankah mereka bahu-membahu menjaga stabilitas dan integritas masyarakat sesuai dengan fungsinya masing-masing? Mereka semua bekerja sama memberikan kontribusi kepada masyarakat tempatnya berada.

Nilai dan Harga

Proses dan poles roti bakar akan menjadikan harga roti bakar tersebut meningkat melebihi harga dasar rotinya. Ini terjadi karena ada beberapa bahan tambahan yang memperkaya tampilan dan cita rasanya. Selain itu, harga tersebut naik karena roti bakar memberikan tambahan energi dan kepuasan kepada pelanggannya.

Begitu pula dengan seseorang yang berhasil melalui proses dan poles selama hidupnya. Nilanya kemudian bertambah dan akan dicari-cari oleh masyarakat untuk bisa berperan di dalamnya. Mereka menjadi pribadi-pribadi yang memberikan nilai tambah yang bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk semuanya.

Jika roti bakar bernilai ketika dilengkapi dengan bahan-bahan tambahan dan cita rasa serta kegunaannya bagi yang mengonsumsinya, maka seseorang menjadi bernilai ketika ia memiliki kapasitas dan kapabilitas yang menjadi bagian dari kontribusinya terhadap masyarakat.

Roti bakar bernilai jika ia enak dan memberikan tambahan gizi bagi konsumennya. Seseorang bernilai jika ia bermanfaat bagi masyarakatnya. Barangkali inilah makna ungkapan "sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat kepada sesamanya (masyarakat)".(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun