Kita tahu bahwa pesawat adalah alat transportasi tercepat yang dinaiki masyarakat banyak. Kecepatannya bisa sampai menembus angka hampir 1.000 KM per jam. Tetapi dengan kecepatan yang begitu tinggi tidak dirasakan dan tidak ada perbedaannya dengan ketika naik kendaraan darat lainnya. Yang membedakan hanya waktu tempuh saja dari satu kota ke kota lainnya.
Semakin cepat benda bergerak semakin singkat waktu tempuh berpindahnya dari satu titik ke titik lain. Jika satu saat pesawat mampu melesat terbang dengan kecepatan cahaya sekitar 300.000 KM per detik atau mungkin bisa di atasnya cahaya, maka rasa-rasanya bumi ini menjadi sangat kecil. Rasa-rasanya menjadi semakin jauh manusia akan bepergian. Bukan lagi antar kota antar negara, tetapi sudah antar planet.
Makin cepat kita bisa bepergian dari satu tempat ke tempat lain di suatu saat nanti seperti antar planet dan antar galaksi, makin luas pengalaman dan pembuktian kebenaran teori-teori sains yang dirumuskan berpuluh tahun lalu oleh para ilmuwan. Kita bisa membuktikan kebenaran dari ucapan Copernicus, Keppler, Newton, Einstein atau Hawking tentang alam semesta. Benar-benar keren bukan?
Ternyata Dia itu memang ada
Bagi orang awam sains seperti saya, sangat sederhana untuk membuktikan adanya Tuhan. Cukup naik pesawat terbang saja. Kekaguman terhadap kekuatan tak terlihat, keluasan ruang angkasa dan alam semesta, kecepatan daya jelajah pesawat ditambah turbulensi yang menakutkan sehingga dengan refleks mulut akan menyebut nama Tuhan, sudah cukup untuk menyimpulkan bahwa Dia itu memang ada.
Bagaimana bisa mengatakan semua hal di atas tadi tercipta dan ada sebagai sebuah kebetulan dari ledakan besar (big bang) yang terjadi pada masa lalu? Jika toh memang demikian teorinya, lalu siapa yang membuat ledakan itu? Masa begitu saja alam semesta ini muncul tiba-tiba dari ketiadaan tanpa adanya Yang Menciptakan?
Sangat sulit rasanya akal menerima dalil yang mengatakan demikian. Karena di dalam cara berpikir filsafat, akal kita tidak bisa mengelak dari hukum sebab akibat bahwa ada yang namanya Prima Causa, The Unmoved Mover, The First Cause dan The One. Itulah Dia. Dia yang Maha Pencipta.
***
Kira-kira begitulah hikayat singkat dari renungan "cara bodoh" ketika naik "motor mabur". Renungan yang tidak terlalu penting untuk diperdebatkan. Karena hal tersebut sebenarnya sudah bisa dijelaskan dengan semua teori ilmiah dalam buku-buku ajar di universitas-universitas.
Tapi ada satu hal yang tidak diajarkan di universitas tersebut, yang oleh Rudolf Otto disebut sebagai Numinosum tremendum et fascinosum, kekaguman yang menggetarkan hati dan memesonakan jiwa tentang sesuatu.Â
Itulah pangkal dan dasar dari keberagamaan dan pengakuan seseorang akan adanya  Tuhan. Tanpa rasa kagum tersebut, maka keyakinan akan adanya Tuhan akan tergerus secara perlahan.(*)