Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Lamunan Menuju Telos

21 Juni 2018   19:59 Diperbarui: 21 Juni 2018   21:11 971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: houseofsuccess99.blogspot.com

Sudah menjadi kebiasaan hampir setiap orang untuk melamunkan sesuatu. Biasanya terutama dilakukan ketika tidak ada kegiatan lain selain berdiam diri. Di saat-saat seperti itu, pikiran manusia sering kali terpancing untuk menerawang atau melamun.

Ya, melamun tidaklah salah dilakukan jika tidak mengganggu pekerjaan utama kita. Ia menjadi salah di saat-saat kita harus melakukan aktivitas terutama aktivitas yang memerlukan konsentrasi dan fokus. Di luar itu, melamun paling-paling hanya akan dianggap membuang-buang waktu saja.

Melamun di antara kegiatan yang membutuhkan fokus dan konsentrasi tentu saja akan mengganggu dan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya jika sedang mengemudikan kendaraan, kemudian dibarengi dengan melamun pasti akan fatal akibatnya.

Di saat seperti itu, maka melamun bukan saja menjadi kegiatan mental yang hanya membuang-buang waktu tetapi juga mengakibatkan kecelakaan. Melamun seperti itu bukanlah melamun lagi namanya tetapi "pancingan malapetaka" bagi pelakunya sendiri. Hindarilah melamun yang seperti itu.

Arti Melamun

Saya kebetulan orang Sunda yang hidup sejak kecil di lingkungan berbahasa Sunda. Sudah dari dulu saya tahu arti kata "lamun" dalam Bahasa Sunda. Menurut artinya, "lamun" itu sama dengan kata "kalau", "andai" atau "jika" dalam Bahasa Indonesia.

Jadi jika ditambahkan imbuhan "me" sehingga menjadi kata "melamun", itu artinya sama saja dengan "mengandaikan" atau "berpikir kalau-kalau", "berandai-andai" atau "jika". Dalam pengertiannya seperti ini, maka melamun menjadi upaya "membayangkan sesuatu hal terjadi padahal sebenarnya belum atau tidak terjadi".

Mengandaikan sesuatu itu sama saja dengan membayangkan sesuatu terjadi atau ada pada saat sekarang. Pengandaian berarti bahwa yang diandaikan tersebut tidak atau belum pernah ada saat ini. Misalnya mengandaikan Indonesia bisa mengirim manusia ke Mars, mengandaikan diri sendiri menjadi Presiden Republik Indonesia. Itulah arti melamun.

Jika sesuatu sudah terjadi dan ada di saat sekarang, maka itu tidak bisa dikatakan sebagai melamunkan sesuatu atau mengandaikannya. Yang demikian mungkin lebih tepat dikatakan memikirkannya atau merenungkannya. Karena objek pemikiran dan perenungannya jelas ada dan nyata.

Lamunan yang Produktif

Fiksi barangkali bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk lamunan berkelanjutan. Ceria-cerita novel atau kisah-kisah rekayasa dan buatan yang tidak ada di dalam kenyataan bisa dianggap sebagai lamunan yang produktif. Tentu saja hal itu bisa menjadi hal yang positif.

Melamun dalam bentuk fiksi ini sebagaimana yang dikatakan oleh Rocky Gerung merupakan energi yang mampu mendorong pelaku dan penikmatnya untuk menuju ke "telos" atau tujuan akhir sebagai hal yang dicita-citakan. Melamunkan masa depan berarti terjadi dorongan energi mental di dalam dirinya untuk menuju ke arahnya.

Di saat kecil dulu, setiap kita mungkin pernah ditanya apa yang menjadi cita-cita kalau sudah besar nanti. Ada yang ingin menjadi dokter, ada yang ingin menjadi pilot atau ada yang ingin menjadi guru atau petani. Bukankah itu semua adalah lamunan masa depan yang masih bersifat fiktif bagi pelakunya?

Tetapi lamunan fiktif demikian tetap saja bermanfaat ketika menjadi salah satu pendorong dan motivasi seseorang untuk mewujudkannya. Di sanalah lamunan fiktif berubah menjadi energi produktif yang mengarah pada tujuan akhir (cita-cita). Jadi lamunan fiktif juga memiliki nilai dan manfaat jika dikelola dengan benar.

Oleh karena itu, tidaklah semua lamunan tersebut dikatakan buruk atau hanya membuang-buang waktu. Pada kasus tertentu ia bisa menjadi tujuan dan pendorong bari seseorang. Semua tergantung kepada caranya menyikapi dan mengelolanya saja.

Melamun sebagai Aktivitas Pikiran 

Semua kita mengetahui bahwa manusia dilengkapi dengan akal pikiran sebagai sarana dan bekal dalam menjalani kehidupan. Melaluinya manusia mampu menciptakan dan memahami berbagai gejala yang ada di sekitarnya. Dengan pikiran tersebut manusia bisa membuat hidupnya menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Pikiran manusia tidak terbatas oleh ruang dan waktu atau oleh hukum-hukum apa pun kecuali oleh hukum logika. Misalnya, orang bisa saja memikirkan sesuatu yang terjadi di masa lalu. Mengingat-ingat kejadian di masa kecil, atau membayangkan kejadian di masa depan dan sekaligus berada di suatu tempat yang bahkan tidak pernah ada di dalam kenyataannya.

Aktivitas tersebut tercipta dari adanya gerak temporal pikiran manusia. Gerak temporal berarti gerakan pikiran di dalam waktu yang tidak terbatas pada waktu saat ini, tetapi juga waktu masa lalu dan masa datang. Pikiran manusia mampu menembus batasan-batasan waktu yang tidak bisa ditembus oleh jasadnya.

Gerak lainnya adalah gerak spasial di mana pikiran manusia bisa berada di suatu tempat meskipun jasadnya tidak berada di tempat yang sama. Kita bisa membayangkan berada di kapal ruang angkasa saat ini juga. Kapal ruang angkasa yang sedang menuju Planet Mars dalam rangka menemui kerabat kita yang tinggal di sana. Kita bisa melakukannya dengan pikiran kita bukan?

Seperti itulah kegiatan-kegiatan pemikiran manusia. Sehingga manusia berpikir bukan hanya di sini dan saat ini, tetapi juga di sana dan dulu atau di masa depan. Sedemikian dahsyatnya kemampuan berpikir manusia sehingga ia bisa "menciptakan" sesuatu yang belum ada sekalipun di alam nyata.

Dari aktivitas yang demikian pula sebenarnya istilah melamun diturunkan. Melamun dengan demikian menjadi bagian dari kegiatan pikiran manusia. Pikiran yang tidak tunduk pada keterbatasan fisik, ruang dan waktu. Jadi, marilah kita menciptakan "lamunan-lamunan" yang memiliki energi dan daya dorong menuju tujuan akhir di masa depan (telos).

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun